Sore ini saya
dan Fadilah kembali menikmati keindahan kota Bukittinggi. Penasaran ingin
mencicipi ikan bakar suri kami membeli sebungkus nasi. Seperti biasa, setelah
menunaikan ibadah shalat magrib di masjid raya kami menikmati si ikan suri.
Duduk dipinggir taman jam gadang (arah jam tiga disebelah kanan tangga), nasi
sebungkus berdua + pemandangan lampu-lampu kota. Nikmat, lezat dan sungguh
mengagumkan.
Sayangnya,
selain menyapa pengunjung yang lalu lalang kami melihat kejanggalan. Sambil
menikmati sebungkus nasi, kami mengamati dan berbincang-binang. Tak
disangka-tak diduga, seorang bapak-bapak, menggunakan tas sandang samping,
memengang rokok mondar-mandir di samping kami.
Dua pemuda duduk dikursi taman
yang telah disediakan. Ya, sepertinya mereka melakukan hal yang sama (menikmati
lampu-lampu kota dan jam gadang tentunya). Sibapak tiba-tiba mendekat kearah
mereka, berdiri agak lama dan menyapa. Kami tak tahu dan tak mendengar apa yang
mereka perbincangkan. Akhirnya, dua pemuda ini pergi meninggalkan si bapak
dengan gelagat yang cukup aneh.
Saya heran dan
penasaran. Terus mengamati. Sedang Fadilah sibuk mengingatkan untuk
berhati-hati
***
Sambil
menghabiskan nasi yang tersisa, saya melihat dua pemuda lagi duduk dikursi yang
tadi. Mereka asyik menikmati alam Bukittinggi. Tak lama, si bapak tadi datang
kembali. Melakukan ritual yang sama. Mendekati dan mengamati. Kali ini ia mengeluarkan
kotak rokoknya, memanjangkan tangan kea rah pemuda. Namun, taka ada respon dari
mereka. Si bapak pun menyapa, membuat perbincanagn singkat hingga akhirnya
salah seorang pemuda mencolek temannya dan pergi meninggalkan lokasi.
***
Kami selesai,
ikan dan nasi telah habis. Hanya rasa penasaran yang tersisa. Kamipun
memberanikan diri bertanya, mengejar si pemuda.
Di depan Ramayana:
“Da.. da.. manga
apak tadi da?”
Kami tidak
menerima jawaban, salah satu dari mereka memberikan senyum keraguan.
“Ba tu diak?”
Fadilah pun
menjelaskan rasa penasaran.
“Ndak ado do
diak” jawab salah satu dari mereka.
“O iyo lah da,
makasi yo da”.
Kamipun pergi
meninggalkan mereka.
***
Penasaran itu
masih ada, kami kembali ke lokasi. Tak menemukan si bapak tadi, kami pun
menimbang akan melanjutkan observasi atau tidak. Sementara kami menimbang dan
kembali mengamati,. Tiba-tiba dari kejauhan kami melihat dua pemuda tadi
mendekat menuju arah kami. Fadilah mulai cemas, menggengam tangan saya dan
meremas.
Ternyata si
pemuda mengingatkan kami untuk tidak mendekatinya. Ia mengingatkan kami untuk
berhati-hati.
***
Kamipun pergi
menjauhi lokasi dengan rasa penasaran hingga tercipta hipotesis dan
kemungkinan-kemungkinan yang sebaiknya tidak diceritakan.
Hasilnya: Kami
mendadak ketakutan disepanjang perjalanan. Mendadak paranoid.!!!