Jumat, 01 April 2016

MAK SARINAH

Persoalan Pengemis


W sering melakukan perjalanan ke banyak tempat dengan berbagai kendaraan. Pernah pake motor, mobil, bus, truck, pesawat, kapal, perahu, pompong, rakit. Hellikopter belom pernah. Semoga aja bisa di segerakan. Ahahaha. Dan W menemukan banyak cerita, banyak kejadian dan banyak pemahaman dari perjalanan-perjalanan yang udah W lakukan. W nggak bisa ceritain semuanya satu persatu secara tajam setajam baja. Apa’an sih Wara.!

Sering sekali W ngobrol dan cerita seru dengan orang-orang di Bus. Ada kakek-kakek yang nawarin kerja ke W. Pernah juga ketemu ibu-ibu yang baik banget dan percaya bahwa rezeki udah di atur Allah. Beliau paham betul bahwa semakin banyak kita memberi, maka semakin banyak pula kita akan menerima. W dapat banyak cerita dari sini. Pernah juga W ketemu sama ibu-ibu penjual peyek rinuak, bika, apem dan kue-kue lain. Beliau dari Maninjau. Menjual dagangan ke berbagai tempat, tidak fokus pada satu tempat saja. Beliau punya hari-hari tertentu dan sudah mengaturnya jauh-jauh hari sebelum berjualan. Yap.! W punya banyak cerita.

Dari semua cerita yang ada, cerita ter--- menurut W adalah ketika W bwertemu seorang nenek-nenek yang akan pulang ke rumah. Kita satu arah, satu bus dan duduk bersebelahan. W dari Bukittinggi ke Kota Solok, sedangkan beliau dari Bukittinggi ke Sumani.

Kalian tahu apa pekerjaan beliau??? Beliau adalah seorang pengemis. Bayangkan. Beliau seorang pengemis dan tidak sungkan mengatakan itu kepada W. W melihat dia sebagai seorang nenek-nenek yang cukup sehat. Beliau kehilangan anak beliau (meninggal dunia). Katanya dia tinggal bersama dua orang cucu laki-laki yang masih sekolah. Dua-duanya butuh biaya. Suami dari anak nenek ini sudah pergi meninggalkan rumah dan menikah lagi. Entah dimana beliau sekarang. Anak-anak beliau yang lain sudah merantau dan berada sangat jauh. Nama beliau, Sarinah. W memanggilnya dengan sebutan Amak. Jadilah Mak Sarinah.
Ketika W tanya, kenapa tidak bekerja saja sebagai penjual hasil kebun? Beliau menjawab, tidak bisa karena sudah tidak punya cukup tenaga. Dulu pernah berjualan daun apa gitu. Tapi sekarang sudah tidak kuat karena kaki beliau sering sakit.

Dalam dunia ngemis-mengemis, ternyata ada syirik-syirikan. Sesekali ada yang marah jika tempat mereka di tempati oleh orang lain. Nah, si nenek ini mengemis tidak di tempat yang sama. Dalam seminggu bisa berbeda tempat. Bisa ke Bukittinggi, Padang Panjang, Batu Sangkar dan beberpa tempat lain. Beliau memilih pasar atau kadang-kadang rumah sakit atau di depan rumah makan. Mengenai Pol PP, mereka akan lari jika ada pembersihan.

Ngomong-ngomong soal pengemis, kenapa bisa ada banyak sekali pengemis disini. Mereka tidak hanya lansia, tapi dari segala jenis usia. Bayangkan, W sebagai pengusaha kuliner (asssek.!!) Bisa di bilang hampir didatangi banyak pengemis, bisa lima sampai tujuh pengemis datang ke warung W setiap hari dengan berbagai alasan. Nggak Cuma tempat makan, di rumahpun sama. Dan W hampir hafal muka-muka mereka.

Haduuu... Duniiaaa..

Jika naik Bus, ada banyak sekali anak-anak yang mengaku fakir miskin dengan modal kertas kopian dan sedikit memelas. Mereka datang dari berbagai tempat. Mungkin sama dengan Mak Sarinah tadi.

Bukankah pemerintah sudah memiliki banyak program untuk mengurangi ini?

Di Bukittinggi malah lebih ngenes. PENGEMIS KAYA PENIPU.!!!
Ada tuh, si sumbing di Jam Gadang. Pura-pura nggak bisa ngapa-ngapain, pura-pura lemah dan tak berdaya di pangkuan sang ibu, padahal badannya kuat sekali. Bisa lari-larian dan berantem sama orang yang suka buka kedoknya.

Teman W, si Dina, pernah ngobrol sama Satpol PP di Jam Gadang perihal pengemis ini. Merkea di tangkap dan di masukan ke panti sosial untuk di beri pelatihan dan perhatian khusus, tapi mereka lari. Pernah juga ada yang nawarin peminta-minta yang datang kerumah untuk bekerja di ladang, tapi di tolak mentah-mentah. Mereka mendapat banyak penghasilan dari mengemis dari pada bantuan pemerintah di panti sosial atau lowongan pekerjaan dari orang lain. Mengemis lebih gampang dan mudah. Modal jalan, ember dan karung doang.

Mungkin dimana-mana hapir sama persoalannya. Daerah Ombilin, dulu waktu Om W bekerja sebagai penagih kredit barang-barang elektronik. Beliau pernah punya klien pengemis. Mereka mengambil bayak barang elektronik yang bagus. Heem, entah bagaimana persoalan mental masyarakat Indonesia.

Jika dari anakan saja sudah diajak untuk mengemis, bagaimana jika mereka dewasa nanti?

Menurut W solusinya adalah dengan mengeluarkan peraturan tidak boleh mengemis dari pemerintah daerah seperti yang pernah W lihat di Boyolali. W pernah baca pengumuman di depan rumah warga yang ada di Boyolali. Dilarang mengemis dan mengamen disini tanpa izin lurah, apa RT apa RW gitu, W lupa. Pokoknya gitu lah. Dan bener, nggak ada orang yang datang mengamen maupun mengemis di sana.

W ingin di semua tempat di terapkan  itu. Jadi orang yang meminta bantuan adalah orang yang benar-benar membutuhkan dan punya legalitas. Misal dari panti asuhan mana gitu. Atau dari masjid mana. Ada peraturan yang jelas untuk ini. W pegen banget ngomongin ini ke Wali Kota Solok. Tapi kesempatannya belum ada. Dan W belum merancang itu semua dengan matang.


Semoga kalian yang baca blog W, di manapun berada bisa bantu lebih dari sekedar wacana seperti yang W lakukan. Aamiin.