Persoalan Pengemis
W sering melakukan perjalanan ke
banyak tempat dengan berbagai kendaraan. Pernah pake motor, mobil, bus, truck,
pesawat, kapal, perahu, pompong, rakit. Hellikopter belom pernah. Semoga aja
bisa di segerakan. Ahahaha. Dan W menemukan banyak cerita, banyak kejadian dan
banyak pemahaman dari perjalanan-perjalanan yang udah W lakukan. W nggak bisa
ceritain semuanya satu persatu secara tajam setajam baja. Apa’an sih Wara.!
Sering sekali W ngobrol dan
cerita seru dengan orang-orang di Bus. Ada kakek-kakek yang nawarin kerja ke W.
Pernah juga ketemu ibu-ibu yang baik banget dan percaya bahwa rezeki udah di
atur Allah. Beliau paham betul bahwa semakin banyak kita memberi, maka semakin
banyak pula kita akan menerima. W dapat banyak cerita dari sini. Pernah juga W
ketemu sama ibu-ibu penjual peyek rinuak, bika, apem dan kue-kue lain. Beliau
dari Maninjau. Menjual dagangan ke berbagai tempat, tidak fokus pada satu
tempat saja. Beliau punya hari-hari tertentu dan sudah mengaturnya jauh-jauh
hari sebelum berjualan. Yap.! W punya banyak cerita.
Dari semua cerita yang ada,
cerita ter--- menurut W adalah ketika W bwertemu seorang nenek-nenek yang akan
pulang ke rumah. Kita satu arah, satu bus dan duduk bersebelahan. W dari
Bukittinggi ke Kota Solok, sedangkan beliau dari Bukittinggi ke Sumani.
Kalian tahu apa pekerjaan
beliau??? Beliau adalah seorang pengemis. Bayangkan. Beliau seorang pengemis
dan tidak sungkan mengatakan itu kepada W. W melihat dia sebagai seorang
nenek-nenek yang cukup sehat. Beliau kehilangan anak beliau (meninggal dunia).
Katanya dia tinggal bersama dua orang cucu laki-laki yang masih sekolah.
Dua-duanya butuh biaya. Suami dari anak nenek ini sudah pergi meninggalkan
rumah dan menikah lagi. Entah dimana beliau sekarang. Anak-anak beliau yang
lain sudah merantau dan berada sangat jauh. Nama beliau, Sarinah. W
memanggilnya dengan sebutan Amak. Jadilah Mak Sarinah.
Ketika W tanya, kenapa tidak
bekerja saja sebagai penjual hasil kebun? Beliau menjawab, tidak bisa karena
sudah tidak punya cukup tenaga. Dulu pernah berjualan daun apa gitu. Tapi sekarang
sudah tidak kuat karena kaki beliau sering sakit.
Dalam dunia ngemis-mengemis,
ternyata ada syirik-syirikan. Sesekali ada yang marah jika tempat mereka di
tempati oleh orang lain. Nah, si nenek ini mengemis tidak di tempat yang sama. Dalam
seminggu bisa berbeda tempat. Bisa ke Bukittinggi, Padang Panjang, Batu Sangkar
dan beberpa tempat lain. Beliau memilih pasar atau kadang-kadang rumah sakit
atau di depan rumah makan. Mengenai Pol PP, mereka akan lari jika ada
pembersihan.
Ngomong-ngomong soal pengemis,
kenapa bisa ada banyak sekali pengemis disini. Mereka tidak hanya lansia, tapi
dari segala jenis usia. Bayangkan, W sebagai pengusaha kuliner (asssek.!!) Bisa
di bilang hampir didatangi banyak pengemis, bisa lima sampai tujuh pengemis datang
ke warung W setiap hari dengan berbagai alasan. Nggak Cuma tempat makan, di
rumahpun sama. Dan W hampir hafal muka-muka mereka.
Haduuu... Duniiaaa..
Jika naik Bus, ada banyak sekali
anak-anak yang mengaku fakir miskin dengan modal kertas kopian dan sedikit
memelas. Mereka datang dari berbagai tempat. Mungkin sama dengan Mak Sarinah
tadi.
Bukankah pemerintah sudah
memiliki banyak program untuk mengurangi ini?
Di Bukittinggi malah lebih
ngenes. PENGEMIS KAYA PENIPU.!!!
Ada tuh, si sumbing di Jam
Gadang. Pura-pura nggak bisa ngapa-ngapain, pura-pura lemah dan tak berdaya di
pangkuan sang ibu, padahal badannya kuat sekali. Bisa lari-larian dan berantem
sama orang yang suka buka kedoknya.
Teman W, si Dina, pernah ngobrol
sama Satpol PP di Jam Gadang perihal pengemis ini. Merkea di tangkap dan di masukan
ke panti sosial untuk di beri pelatihan dan perhatian khusus, tapi mereka lari.
Pernah juga ada yang nawarin peminta-minta yang datang kerumah untuk bekerja di
ladang, tapi di tolak mentah-mentah. Mereka mendapat banyak penghasilan dari
mengemis dari pada bantuan pemerintah di panti sosial atau lowongan pekerjaan
dari orang lain. Mengemis lebih gampang dan mudah. Modal jalan, ember dan
karung doang.
Mungkin dimana-mana hapir sama
persoalannya. Daerah Ombilin, dulu waktu Om W bekerja sebagai penagih kredit
barang-barang elektronik. Beliau pernah punya klien pengemis. Mereka mengambil
bayak barang elektronik yang bagus. Heem, entah bagaimana persoalan mental
masyarakat Indonesia.
Jika dari anakan saja sudah
diajak untuk mengemis, bagaimana jika mereka dewasa nanti?
Menurut W solusinya adalah dengan
mengeluarkan peraturan tidak boleh mengemis dari pemerintah daerah seperti yang
pernah W lihat di Boyolali. W pernah baca pengumuman di depan rumah warga yang
ada di Boyolali. Dilarang mengemis dan mengamen disini tanpa izin lurah, apa RT
apa RW gitu, W lupa. Pokoknya gitu lah. Dan bener, nggak ada orang yang datang
mengamen maupun mengemis di sana.
W ingin di semua tempat di
terapkan itu. Jadi orang yang meminta
bantuan adalah orang yang benar-benar membutuhkan dan punya legalitas. Misal
dari panti asuhan mana gitu. Atau dari masjid mana. Ada peraturan yang jelas
untuk ini. W pegen banget ngomongin ini ke Wali Kota Solok. Tapi kesempatannya
belum ada. Dan W belum merancang itu semua dengan matang.
Semoga kalian
yang baca blog W, di manapun berada bisa bantu lebih dari sekedar wacana
seperti yang W lakukan. Aamiin.