Minggu, 06 Juli 2014

Serahkan Pada Ahlinya

Indonesia kaya akan budaya, berbagai macam suku bangsa terhimpun disana. Himpunan itu terdiri dari banyak manusia  dengan beragam sifat, sikap dan kepribadian. Setiap manusia memiliki beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan. Salah satu hal yang hampir dimiliki oleh semua manusia  adalah rasa ingin tahu yang kadarnya berdeda pada tiap individu. Wara rasa, mereka bisa saja saling mempengaruhi dan mengikuti sehingga satu sama lain melakukan kegiatan dan tindakan yang sama. Atau, dalam istilah psikologinya disebut sebagai “konformitas”. Bukan, Wara  bukan ingin berteori. Wara hanya ingin menuliskan kegundahan Wara, keprihatinan Wara akan pola perilaku masyarakat yang terjadi dilingkungan tempat tinggal Wara.

Bencana alam adalah bencana yang terjadi di alam atau bencana yang terjadi  karena alam. Yaaaa,,, meskipun seringkali manusialah biang keladinya yang secara sadar atau tidak, sengaja maupun tidak mengundang sang bencana untuk datang. Atau bisa jadi juga alam sedang mengamuk, sedang marah, sedang tersakiti hatinya *eh.
Bencana yang datang itu bisa saja berupa gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran, dll.

Biar ngga kemana-kemana, berhubung Wara memang suka kemana-mana, ketikan ini akan Wara batasi. Wara kerucutkan sekerucut-kerucutnya. Begini kengkawan, sudah banyak kebakaran yang terjadi sepanjang yang Wara tahu, dimulai sejak Wara saat pertama kali mengenal kebakaran hingga Wara dewasa, maksud Wara saat sekarang ini. Kabar terakhir yang Wara dengar perihal kebakaran yang terjadi adalah malam tadi 5 Juli 2014 di pusat kota tanah kelahiran Wara “Kota Solok”.

Lantas, apa yang membuat Wara prihatin???
Manusia memang dianugrahi rasa ingin tahu.  Beberapa memilikinya dengan kadar keingintahuan yang tinggi, beberapa tidak. Itulah kenapa kemudian muncul para filsuf dan beberapa ilmu yang terus berkembang dan menguntungkan manusia dalam menjalankan kehidupan. Tetapi tidak semua orang menggunakan “keingintahuan” mereka pada tempatnya. Dan malah merugikan banyak pihak. Dalam hal ini akan wara batasi konteksnya “KEBAKARAN”.

Haduuuu, susah sekali. Kalau tidak dibatasi seperti ini ketikan wara akan menjadi panjang terbang kemana-mana. Ini aja udah banyak hal yang muncul di kepala wara. Ayooo lah wara “FOKUS”.!!! Dan ini menjadi salah satu faktor kenapa terkadang wara menjadi lalai dan skripsi terbengkalai. Otak Wara mulai mengaitkan banyak hal. Hal, per hal, hal demi hal. Oke, sudah??? Back to our topic.

Ini yang membuat Wara prihatin. Kebakaran terjadi, Oke. Ngga papa *eh. Maksud Wara jika memang takdirnya,  yasudah, apa mau dikata. Sebelum sang pemadam datang. Biarlah, biarlah warga bekerja sama, bahu membahu membantu. Menyiram, memadamkan dengan kemampuan yang mereka miliki. Wajar, itulah pertolongan pertama yang harus dilakukan sebelum api memakan yang lain, sebelum api berubah menjadi monster yang mengganas. Namun, jika warga tak mampu, mereka hanya tahu api sudah marah kingkong, mengganas, menggila. Cukup tunggu sang pemadam tiba. Tak usah lah berbondong-bondong mengantri, berebut menonton sang api. Itu sangat menyusahkan. Apa lagi bagi para petugas pemadam kebakaran yang akan beroperasi. Apa mereka tak bisa mengerti? Bermacam orang datang dari berbagai kecamatan. Nun yang jauh dari pusat kota pun datang hendak mengamati. Menonton secara langsung apa yang terjadi. Sebegitu ingin tahukah???
Hoalah,,, solusinya apa??? Mereka harusnya sadar diri. Salah-salah, apinya bisa semakin besar karena sang ahli tak bisa masuk memadamkan. Apakah masyarakat kita senorak itu??? Hayoolaaahh.. tak bisakah kalian berfikir. Sejernih yang kalian bisa fikirkan???
Miris sekali melihatnya. Dengan bangga kemudian memosting postingan “Dihardik petugas” -_-. Dimana raso jo pareso itu letaknya??? Ya Ampuunnn...
Ini lagi, budaya mengajak. “Ada kebakaran woy.!!! Kita liat nyok”. “Pasa tabaka wak caliak lah, capek lah”. Gunanya apa??? Yang ada malah membuat jalan semakin rame.
Kenapa??? Bakar saja pasarnya, biar rame. Iya??? Gilakk aja. Pasar itu sudah rame cuuuyyy...
Pertama, yang namanya pasar pasti rame, bising, dan riuh.
Kedua, meskipun malam hari pasar itu akan tetap rame. Apalagi di bulan Ramdhan. Pedagang kaki lima memanfaat ini untuk mencari keuntungan lebih.
Eh, hubungannya??? Heeee

Wara ngga melarang siapaun untuk menonton. Wara ngga larang. Tapi tolong posisikan diri pada tempat yang tepat diwaktu yang tepat dan disaat yang tepat. Dan fikirkan apakah kedatangan kita membantu banyak orang atau malah mempersulit.  Jangan jadi orang yang nyusahin. Nyusahin orang lain dan para khalayak. Apakah dengan  menonton seperti itu apinya akan padam??? Tidak kan???
Serahkan saja pada ahlinya. Mereka lebih paham, lebih banyak ilmunya karena memang itu bidangnya.

Hal ini ngga hanya terjadi disaat kebakaran lhoooo. Saat terjadi kecelakaan, melihat pasien yang sakit dirumah sakit, dan di saat-saat urgent yang lain, banyak orang yang datang hanya sekedar menonton, melihat dan menghambat kerjaan petugas.

Semoga yang baca paham maksud Wara.