Indonesia kaya akan budaya,
berbagai macam suku bangsa terhimpun disana. Himpunan itu terdiri dari banyak
manusia dengan beragam sifat, sikap dan
kepribadian. Setiap manusia memiliki beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan.
Salah satu hal yang hampir dimiliki oleh semua manusia adalah rasa ingin tahu yang kadarnya berdeda
pada tiap individu. Wara rasa, mereka bisa saja saling mempengaruhi dan
mengikuti sehingga satu sama lain melakukan kegiatan dan tindakan yang sama.
Atau, dalam istilah psikologinya disebut sebagai “konformitas”. Bukan, Wara bukan ingin berteori. Wara hanya ingin
menuliskan kegundahan Wara, keprihatinan Wara akan pola perilaku masyarakat
yang terjadi dilingkungan tempat tinggal Wara.
Bencana alam adalah bencana yang
terjadi di alam atau bencana yang terjadi karena alam. Yaaaa,,, meskipun seringkali
manusialah biang keladinya yang secara sadar atau tidak, sengaja maupun tidak
mengundang sang bencana untuk datang. Atau bisa jadi juga alam sedang mengamuk,
sedang marah, sedang tersakiti hatinya *eh.
Bencana yang datang itu bisa saja
berupa gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran, dll.
Biar ngga kemana-kemana,
berhubung Wara memang suka kemana-mana, ketikan ini akan Wara batasi. Wara
kerucutkan sekerucut-kerucutnya. Begini kengkawan, sudah banyak kebakaran yang
terjadi sepanjang yang Wara tahu, dimulai sejak Wara saat pertama kali mengenal kebakaran hingga Wara dewasa, maksud Wara saat sekarang ini. Kabar
terakhir yang Wara dengar perihal kebakaran yang terjadi adalah malam tadi 5
Juli 2014 di pusat kota tanah kelahiran Wara “Kota Solok”.
Lantas, apa yang membuat Wara
prihatin???
Manusia memang dianugrahi rasa
ingin tahu. Beberapa memilikinya dengan
kadar keingintahuan yang tinggi, beberapa tidak. Itulah kenapa kemudian muncul
para filsuf dan beberapa ilmu yang terus berkembang dan menguntungkan manusia dalam menjalankan kehidupan. Tetapi tidak semua orang menggunakan “keingintahuan”
mereka pada tempatnya. Dan malah merugikan banyak pihak. Dalam hal ini akan
wara batasi konteksnya “KEBAKARAN”.
Haduuuu, susah sekali. Kalau tidak
dibatasi seperti ini ketikan wara akan menjadi panjang terbang kemana-mana. Ini
aja udah banyak hal yang muncul di kepala wara. Ayooo lah wara “FOKUS”.!!! Dan ini
menjadi salah satu faktor kenapa terkadang wara menjadi lalai dan skripsi
terbengkalai. Otak Wara mulai mengaitkan banyak hal. Hal, per hal, hal demi
hal. Oke, sudah??? Back to our topic.
Ini yang membuat Wara prihatin.
Kebakaran terjadi, Oke. Ngga papa *eh. Maksud Wara jika memang takdirnya, yasudah, apa mau dikata. Sebelum sang pemadam
datang. Biarlah, biarlah warga bekerja sama, bahu membahu membantu. Menyiram,
memadamkan dengan kemampuan yang mereka miliki. Wajar, itulah pertolongan
pertama yang harus dilakukan sebelum api memakan yang lain, sebelum api berubah
menjadi monster yang mengganas. Namun, jika warga tak mampu, mereka hanya tahu
api sudah marah kingkong, mengganas, menggila. Cukup tunggu sang pemadam tiba.
Tak usah lah berbondong-bondong mengantri, berebut menonton sang api. Itu
sangat menyusahkan. Apa lagi bagi para petugas pemadam kebakaran yang akan
beroperasi. Apa mereka tak bisa mengerti? Bermacam orang datang dari berbagai
kecamatan. Nun yang jauh dari pusat kota pun datang hendak mengamati. Menonton
secara langsung apa yang terjadi. Sebegitu ingin tahukah???
Hoalah,,, solusinya apa??? Mereka
harusnya sadar diri. Salah-salah, apinya bisa semakin besar karena sang ahli
tak bisa masuk memadamkan. Apakah masyarakat kita senorak itu??? Hayoolaaahh..
tak bisakah kalian berfikir. Sejernih yang kalian bisa fikirkan???
Miris sekali melihatnya. Dengan
bangga kemudian memosting postingan “Dihardik petugas” -_-. Dimana raso jo
pareso itu letaknya??? Ya Ampuunnn...
Ini lagi, budaya mengajak. “Ada
kebakaran woy.!!! Kita liat nyok”. “Pasa tabaka wak caliak lah, capek lah”.
Gunanya apa??? Yang ada malah membuat jalan semakin rame.
Kenapa??? Bakar saja pasarnya, biar
rame. Iya??? Gilakk aja. Pasar itu sudah rame cuuuyyy...
Pertama, yang namanya pasar pasti
rame, bising, dan riuh.
Kedua, meskipun malam hari pasar
itu akan tetap rame. Apalagi di bulan Ramdhan. Pedagang kaki lima memanfaat ini
untuk mencari keuntungan lebih.
Eh, hubungannya??? Heeee
Wara ngga melarang siapaun untuk
menonton. Wara ngga larang. Tapi tolong posisikan diri pada tempat yang tepat diwaktu
yang tepat dan disaat yang tepat. Dan fikirkan apakah kedatangan kita membantu
banyak orang atau malah mempersulit. Jangan jadi orang yang nyusahin. Nyusahin orang
lain dan para khalayak. Apakah dengan
menonton seperti itu apinya akan padam??? Tidak kan???
Serahkan saja pada ahlinya. Mereka
lebih paham, lebih banyak ilmunya karena memang itu bidangnya.
Hal ini ngga hanya terjadi disaat
kebakaran lhoooo. Saat terjadi kecelakaan, melihat pasien yang sakit dirumah
sakit, dan di saat-saat urgent yang lain, banyak orang yang datang hanya
sekedar menonton, melihat dan menghambat kerjaan petugas.
Semoga yang baca paham maksud
Wara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar