Sabtu, 23 Februari 2013

Hanya ingin Pulang

Sudah lama ya aku tak mengunjungi mu lagiiiii...
Aku, si penulis blog yang tak bisa konsisten
Aku yang selalu menelantarkan
Meninggalkan sendiri
Tak mempedulikan

Sekarang, aku sendiri
Semua berubah sunyi
Semua pergi
Pulang
Berkumpul

Perjuangan meuju rumah, mengantarkanku kembali ke tempat ini
Kostan
Tempat
Ini

Setidaknya, dengan pengalaman kemarin aku tahu
"Bus terakhir tujuan Solok, pukul 18.00"
Bukan, bukan itu yang ingin aku ketikan

Tapi...

"Ngga ada yang kebetulan", semua telah digariskan, semua telah ditakdirkan. :D

***

Kemarin sore, setelah mengadakan rapat sosprologi aku di telpon bapak.
Tiba-tiba terbersit keinginan untuk pulang (2 minggu ngga pulang). Dan bapak setuju. Padahal beberapa menit lagi adzan magrib berkumandang.
Segera aku menuju kost, mengangkat jemuran yang banyaknya hampir menciptakan bukit lokal (cucian seminggu+pakaian tetangga).
Packing, mengganti tas bahu dengan ransel.
Tanpa ganti baju, pakaian dinas dan sepatu pantofel aku berangkat ke terminal.

Terminal sepi, bus bukittinggi tujuan solok tak terlihat lagi.
Satu hal yang harus aku lakukan, "Bertanya".
Pepatah bilang, "malu bertanya, sesat di jalan". Karna ngga mau jalan-jalan. Eh, maksudnya tersesat (ngga bisa pulang), aku bertanya pada ibu-ibu yang terlihat.

Eeeeee,,, si ibu juga ngga tau.
Untungnya, aku bertemu seorang pemuda dengan tujuan yang sama.
Dan akhirnya, kita mencari celah agar menemukan bus.

Taraaaaaaa,,,, tiba-tiba ketemu Dila.
"Mbaaaaakkkk"
*slow motion menoleh
"aaaaaa,,,, dilaaaa"
Dila menghilang, langsung naik bus.

Kiri-kanan-kiri-kanan, kami terus berjalan. Wuuuuuuiihhhhh,,,, akhirnya ketemu. Gelap berubah terang rasanya, matahari muncul. Dan tiba-tiba tenggelam lagi. Sang sopir hanya melambaikan tangan pada kami. Bus pertama yang terlihat dimata kami berlalu pergi.

Kami meneruskan perjalanan.
Kakiku melambaikan tangan pada mata kamera.
Tak kuat, ia kesakitan.
Hak sepatu setinggi 7 centi, membuat si kaki tak kuat berlama-lama jalan lagi.
Dari pagi hingga malam ini, selalu bersama si hak 7 centi.

Kasihan, aku naik angkot. Tentu mengajak si pemuda satu tujuan.
Kita berkenalan. (kenalan setelah beberapa jam melakukan perjalanan)
Rahmat namanya. Mahasiswa semester IV Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Dan tinggal di Sumani.
Kalau dari Bukit, 30 menit lebih dulu dari pada rumahku.

Jambu Aia, sampailah kami ditujuan berikutnya.
Kembali menunggu bus.
Bapak-bapak paruh baya mendekat. 2 orang.
Menanyakan tujuan kami.
Menelpon kantor bus untuk memastikan kami bisa pulang atau tidak.

Tiba-tiba, cahaya itu muncul lagi. Bus solok-bukittinggi.!
Datang, berhenti, menumpahkan penumpang.
Rahmat menyebrang.
Bertanya pada supir.
Daaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnn "N-I-H-I-L"
Bus itu ngga balik ke Solok.
Suasana semakin suram, 2 bapak paruh baya mengabari kami.
Bus habis.
Angkutan umum menuju Kota Solok ngga ada lagi.
Silahkan pulang esok pagi.

Dengan lunglai, kami kembali.
Berpisah di persimpangan jalan.

Angkot bernomor punggung 14 telah menanti. Sang sopir bahagia mendapat penumpang lagi. Sakunya akan terisi.
Sedang aku, mulai berkaca-kaca berlinang air mata.
Perjalanan pulang yang mengharukan.
_Kembali ke Kost_

Rabu, 06 Februari 2013

Payo's Waterfal


3 hari setelah kepulanganku, aku diajak adik dan para sepupu untuk ikut ekpedisi negeri payo. Melihat air terjun yang ada disana. Sebelumnya, aku memang sudah pernah kesana. Waktu itu aku masih SMA. Kelas XII kalau ngga salah. Diajak rombongan yang ada disekitar tempat tinngalku + 3 orang teman dekatku. Bedanya, di tahun itu aku berjalan melewati jalur air yang memang medannya lumayan sulit karna harus terus jalan di air, banyak batu, lintah dan berisiko hanyut. Beruntung, yang hanyut hanya dompet dan bekal makanan bukan orangnya. Kalau datahun 2013 ini kami melewati jalur darat. Menempuh beberapa bukit (naik-turun bukit).
Perbedaan lainnya, kalau lewat jalur air kita hanya bisa melihat satu air terjun. Yaitu, air terjun paling bawah. Karna memang air terjunya itu tinggi sekali. Nah, kalau yang ditempuh adalah jalur darat yang mesti melewati beberapa Bukit, kita akan bisa menjajaki hampir semua tingkatan air terjun. Tapi tidak bisa ke dasar air terjun terakhir yang memang sangat tinggi. Ngga mungkin rasanya, turun ke dasar  air terjun ketujuh ini.
Kita berangkat jam 9 pagi. Di antar ibu dan bapak, kami akhirnya sampai ke daerah Payo. Sebelum berangkat, ibu telah merebuskan daun herbal untukku dan puja adikku. Kata ibu, biar kami kuat dan ngga ngos-ngosan.
Cantik sekali pemandangan dari daerah ini. Kita bisa lihat Kota Solok dari atas Bukit. Keseluruhan Danau Singkarak bisa terlihat jelas dari sini. Cuca cerah berawan.

Setelah pamitan, kami memulai petualangan.
Melewati perkebunan kunyit milik warga sekitar kemudian kami  masuk hutan.




Seperempat perjalanan hari mulai hujan. Medannya lumayan sulit karna basah dan licin. Banyak sekali jurang disini. Begitu juga dengan duri. Ada duri salak, duri jarek-jarek dan jenis duri lainnya.
Memang awalnya, aku mengunakan sepatu.Tetapi melihat anggota kelompok lain hanya mengunakan sandal seadanya akupun ikutan mengunakan sandal jepit (takut dibilang lebay). Padahal itu demi kebaikan. Harusnya aku tidak perlu malu jika menggunakan sepatu. Tapi sudah lah, itu sudah berlalu. Jadikan pengalaman saja untuk perjalanan berikutnya J
Becek, licin, penuh lumpur. Aku tidak bisa lagi menggunakan sandal jepit ini. Terpaksa aku bertelanjang kaki. Mau tidak mau, aku harus terima risiko. Hujan semakin lebat, beberapa orang meminta untuk istirahat. Akhirya, angku (pemandu) memberhentikan kami disebuah pohon besar. Sayang, ada yang jahil. Tidak sengaja dia mengusik keberadaan lebah disana. Kami terpaksa melarikan diri. Beberapa orang tersengat di telinga, tangan, kepala dan muka. Kasihan sekali.
Selama dua setengah jam kami hujan-hujanan. Semua basah kuyup dan kedinginan. Sebelum sampai ditujuan, kami harus menuruni tebing yang cukup terjal. Untuk turun kesana kami harus menggunakan tali dan berhati-hati dengan bebatuan yang akan jatuh menimpa kami. Rintangannya begitu berat. Kakiku mulai sakit akibat gesekan batu dan hempasannya. 
Berhasil melewati tebing itu kamipun disuguhkan keindahan air terjun di daerah ini (Sampai di air terjun ke-3).  Kami turun menuju air terjun ke dua dan memutuskan untuk makan dan menghangatkan badan disana. Lagi-lagi kami mesti melewati bebatuan. Meloncat-loncat seperti tupai, saling menjulurkan tangan memberi bantuan.


Membuat api, bikin kopi dan makan nasi. Itulah yang kami lakukan di air terjun ke-2. Membiarkan badan kering dengan sendirinya. Setelah berhasil melepas lelah, kami berjalan kembali menuju air terjun ke-3. Foto sebentar dan naik ke air terjun berikutnya. Begitu seterusnya hingga air tejun pertama. Memang dari air terjun ke air terjun  medannya beda, tapi kami menakhlukannya dengan hal sama. Mengunakan tali, manjat-memanjat, menjulurkan tangan untuk saling membantu.
Ternyata jalur darat ini jauh lebih sulit menurutku. Mungkin karna hari hujan yang menyebabkan jalan  licin. Bayangkan untuk pulang saja, aku sudah sangat lelah dan kesakitan. Beberapa kali aku terkena duri. Tidak hanya ditelapak kaki, pungung kakipun juga sampai terkena duri ini. Beberapa kali juga aku harus terjatuh. Sesekali aku terpaksa turun ala peseluncur.
Kami sampai kembali diperkebunan warga ketika magrib. Istirahat sebentar dan kembali makan. Membuat api, bikin kopi dan masak mie.

Kasihan ibu dan bapak. Beliau sudah sampai payo jam lima sore dan terpaksa harus menunggu beberapa jam. Setengah delapan kami sampai diperkampungan. Dan kembali pulang J
Pemandanagn dimalam hari juh lebih seru. Banyak lampu yang terlihat. Seperti bukit bintang. Solok begitu terang. Indah, sangat Indah.
Sayangnya, perjalanan kami ketika mulai memasuki hutan tidak bisa diabadikan. Kami focus dengan perjalanan, medan dan keselamatan kami.
Kabarnya, perjalanan kami masuk Koran. Salah satu dari kami membuat artikel dan mengirimkannya. Sayangnya aku belum lihat.
Seru.!
Oya, daerah ini juga ada Paralayangnya. Mbah bilang, beberapa minggu terakhir Payo sering mengadakan paralayang. Hampir setiap minggu sepertinya. Info lebih lanjut, datangi aja daerahnya. Hehehehehe

Selasa, 05 Februari 2013

Kucing


Dingin… dingin sekali..
Pagi ini aku sendiri, yatim piatu, tak kenal keluarga.
Aku hidup sendiri, begitu kedinginan diserbu angin. Mendung, pertanda hujan akan turun.
Didepan pintu sebuah rumah, aku mencari kehangatan pada sebuah keset kaki. Sesekali, pemilik rumah lalu lalang. Tak peduli. Tak menghiraukan. Sibuk sendiri.
Aku tak tahu sudah setinggi apa matahari waktu itu. Sebuah motor, datang menghampiri. Pemiliknya menghamipiri rumah ini, duduk diberanda. Dengan beberapa orang anak, dia mulai bercemgkrama, bermain, tertawa-tawa. Aku yang kedinginan, mendekati mereka. Mencari kehangatan diantara mereka. Tubuh-tubuh manusia. Aku, dipangku, di ajak bermain, digendong, ditertawakan.
Tak lama, seorang tua datang. Tua itu mengenakan gamis bercorak dedaunan. Hijau, kemuning, daun kering. Membawa tas, mengambil air yang berada di sebuah drom air. Bersiap pergi.
Si pemilik motor tadi mengangkatku, membawa akau bersamanya, mendudukanku di bagian kaki pijakan motor maticnya. Dia dan situa berangkat ntah kemana.
Diterpa angin. Aku ketakutan, aku merasa lebih dingin. Aku ingin turun.
Tak kuat, aku memanjat berusaha mendekat. Si pemilik motor ini menjatuhkanku, melepas tangan kirinya dari pegangan motor, memindahkanku kembali kebawah.
Motor berhenti, aku tak tau itu tempat apa. Aku kembali di angkat, kali ini oleh si tua. Dimasukkan kedalam tas. Merasa tak nyaman, aku meronta cukup lama.
Motor berhenti untuk yang kedua kali disebuah pondok kecil. Pondok ditengah hutan. Rumah kecil hanya terbuat dari kayu. Ada banyak pepohonan disana. Aku tak mengerti. Situa memasukanku kedalam kresek hitam. Aku tak nyaman, dan mulai meronta kembali. Hari itu, aku ketakutan.
Dia, si pemilik motor meninggalkan situa membawaku yang masih berada didalam kresek hitam ntah kemana. Lelah, aku berhenti memberontak.
Motor berhenti untuk yang ketiga kali.
Keluar dari kresek hitam, aku melihat sebuah cahaya. Sebuah ruangan. Dikelilingi meja dan kursi-kursi. Rumah tembok, rumah yang sangat besar untuk ukuran hewan sepertiku.
***
Kucing itu, kasihan sekali melihatnya. Dia tak punya siapa-siapa. Kurus kering. Kurang gizi sepertinya. Kasihan, aku membawanya pulang.
Seperti dugaanku, ibu tak akan suka. Beruntung bapak membolehkan, mendukungku malah. Anak kucing itu, umurnya belum samapai 2 bulanan. Meski nekat dan masih amatiran, aku memberinya makan. Nasi putih+kuning telur. Dia makan meski tak menghabiskan.
Aku suka dia, anak kucing itu terlihat lucu. Aku memberi nama JUBEL. Jubel adalah singkatan angka “Tujuh Belas”, karna aku menemukannya ditanggal tujuh belas.
Hari pertama, sedikit sekali makannya. Kotorannya encer, sangat encer. Sepertinya dia terkena diare. Ya, dari awal dia sudah terlihat sakit.
Hari kedua juga sama. Aku resah. Mungkin karna masih kecil, dia belum bisa makan nasi. Akhirnya, ku belikan susu SGM untuknya. Tapi apa??? Dia tetap tidak mau. Aku berencana membawanya ke pos kesehatan hewan. Tapi, itu belum sempat aku lakukan. Aku masi saja sibuk dengan urusan lain, dia sedikit terhiraukan.
Hari ke-3 dan hari ke-4 sama sekali dia tak menyentuh nasi. Sesekali dia berjalan ke kamar mandi untuk minum. Padah, sudah ku sediakan tempat makan/minum untuknya. Aku tak tahu. Atau mungkin aku belum mengerti kalau dia masih terlalu kecil untuk mengerti hal-hal seperti itu.
Aku menyuapinya susu. Tak banyak yang ia minum. Kalau tak aku paksa, mungkin tak akan ia minum.
Hari ke-5 dia menghilang. Aku tak menemukannya. Dia mencari kehangatan di balik selimut diatas kasur yang berada di paviliun rumah.
Hari ke-6, dia juga menghilang. Adikku bilang, semalam ia tidur dengan Jubel.
“Pagi, sebelum mandi Jubel masih disini kok mbak”, ucapnya padaku.
 Aku mencarinya ke seluruh bagian rumah. Hasilnya nihil. Tetap tak ku temukan. Mendengar bunyi “meong” pun tidak. Malamnya, aku kembali menelusuri seluruh ruangan rumah bersama adikku. Aku penasaran. Jubel tetap tidak ditemukan.
Keesokan paginya, Jubel ditemukan tewas dibawah meja. Tepat di hari ke-7, tanggal 24.
Penyesalan besar bagiku. Menyesal tidak sempat membawanya ke pos keswan. Menyesal telah memungutnya dan membawanya pulang. Menyesal telah menelantarkannya di rumah sendirian.