Dingin… dingin
sekali..
Pagi ini aku
sendiri, yatim piatu, tak kenal keluarga.
Aku hidup
sendiri, begitu kedinginan diserbu angin. Mendung, pertanda hujan akan turun.
Didepan pintu
sebuah rumah, aku mencari kehangatan pada sebuah keset kaki. Sesekali, pemilik
rumah lalu lalang. Tak peduli. Tak menghiraukan. Sibuk sendiri.
Aku tak tahu
sudah setinggi apa matahari waktu itu. Sebuah motor, datang menghampiri.
Pemiliknya menghamipiri rumah ini, duduk diberanda. Dengan beberapa orang anak,
dia mulai bercemgkrama, bermain, tertawa-tawa. Aku yang kedinginan, mendekati
mereka. Mencari kehangatan diantara mereka. Tubuh-tubuh manusia. Aku, dipangku,
di ajak bermain, digendong, ditertawakan.
Tak lama,
seorang tua datang. Tua itu mengenakan gamis bercorak dedaunan. Hijau,
kemuning, daun kering. Membawa tas, mengambil air yang berada di sebuah drom
air. Bersiap pergi.
Si pemilik motor
tadi mengangkatku, membawa akau bersamanya, mendudukanku di bagian kaki pijakan
motor maticnya. Dia dan situa berangkat ntah kemana.
Diterpa angin.
Aku ketakutan, aku merasa lebih dingin. Aku ingin turun.
Tak kuat, aku
memanjat berusaha mendekat. Si pemilik motor ini menjatuhkanku, melepas tangan
kirinya dari pegangan motor, memindahkanku kembali kebawah.
Motor berhenti,
aku tak tau itu tempat apa. Aku kembali di angkat, kali ini oleh si tua.
Dimasukkan kedalam tas. Merasa tak nyaman, aku meronta cukup lama.
Motor berhenti
untuk yang kedua kali disebuah pondok kecil. Pondok ditengah hutan. Rumah kecil
hanya terbuat dari kayu. Ada banyak pepohonan disana. Aku tak mengerti. Situa
memasukanku kedalam kresek hitam. Aku tak nyaman, dan mulai meronta kembali.
Hari itu, aku ketakutan.
Dia, si pemilik
motor meninggalkan situa membawaku yang masih berada didalam kresek hitam ntah
kemana. Lelah, aku berhenti memberontak.
Motor berhenti
untuk yang ketiga kali.
Keluar dari
kresek hitam, aku melihat sebuah cahaya. Sebuah ruangan. Dikelilingi meja dan
kursi-kursi. Rumah tembok, rumah yang sangat besar untuk ukuran hewan
sepertiku.
***
Kucing itu,
kasihan sekali melihatnya. Dia tak punya siapa-siapa. Kurus kering. Kurang gizi
sepertinya. Kasihan, aku membawanya pulang.
Seperti
dugaanku, ibu tak akan suka. Beruntung bapak membolehkan, mendukungku malah.
Anak kucing itu, umurnya belum samapai 2 bulanan. Meski nekat dan masih
amatiran, aku memberinya makan. Nasi putih+kuning telur. Dia makan meski tak
menghabiskan.
Aku suka dia,
anak kucing itu terlihat lucu. Aku memberi nama JUBEL. Jubel adalah singkatan
angka “Tujuh Belas”, karna aku menemukannya ditanggal tujuh belas.
Hari pertama,
sedikit sekali makannya. Kotorannya encer, sangat encer. Sepertinya dia terkena
diare. Ya, dari awal dia sudah terlihat sakit.
Hari kedua juga
sama. Aku resah. Mungkin karna masih kecil, dia belum bisa makan nasi.
Akhirnya, ku belikan susu SGM untuknya. Tapi apa??? Dia tetap tidak mau. Aku
berencana membawanya ke pos kesehatan hewan. Tapi, itu belum sempat aku
lakukan. Aku masi saja sibuk dengan urusan lain, dia sedikit terhiraukan.
Hari ke-3 dan
hari ke-4 sama sekali dia tak menyentuh nasi. Sesekali dia berjalan ke kamar
mandi untuk minum. Padah, sudah ku sediakan tempat makan/minum untuknya. Aku
tak tahu. Atau mungkin aku belum mengerti kalau dia masih terlalu kecil untuk
mengerti hal-hal seperti itu.
Aku menyuapinya
susu. Tak banyak yang ia minum. Kalau tak aku paksa, mungkin tak akan ia minum.
Hari ke-5 dia
menghilang. Aku tak menemukannya. Dia mencari kehangatan di balik selimut diatas
kasur yang berada di paviliun rumah.
Hari ke-6, dia
juga menghilang. Adikku bilang, semalam ia tidur dengan Jubel.
“Pagi, sebelum
mandi Jubel masih disini kok mbak”, ucapnya padaku.
Aku mencarinya ke seluruh bagian rumah.
Hasilnya nihil. Tetap tak ku temukan. Mendengar bunyi “meong” pun tidak.
Malamnya, aku kembali menelusuri seluruh ruangan rumah bersama adikku. Aku
penasaran. Jubel tetap tidak ditemukan.
Keesokan
paginya, Jubel ditemukan tewas dibawah meja. Tepat di hari ke-7, tanggal 24.
Penyesalan besar
bagiku. Menyesal tidak sempat membawanya ke pos keswan. Menyesal telah
memungutnya dan membawanya pulang. Menyesal telah menelantarkannya di rumah
sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar