“Tanpa mu, hujan kan slalu
melindungiku”
***
Aku senang, hujan selalu turun
tanpa henti. Apa hal ini terjadi diseluruh penjuru negeri???
Aku salah, dia tak pernah
mengunjungiku lagi. Dia hilang bersama jejak hujan yang mengering.
Masih soal hujan, dan aku tak
pernah melupakannya. Aku menyukai suaranya, bunyi yang ditimbulkannya,
butiran-butiran airnya dan seluruh akibatnya. Ya… ya… ya… seluuurrruuuh
akibatnya. Aku senang bila orang lain menjadi bahagia dan aku juga tak
mempermasalahkan bila orang lain tak menyukainya, mengumpatinya,
memaki-makinya.
Kenapa??? Apa ada yang salah???
Aku??? Menyukai hujan meski hujan tak selalu baik bagi seseorang.
Aku mengagumi hujan yang turun,
meski tiap kali turun frekuensinya tak sama, durasinya berbeda dan intensitanya
tak terkira.
Walaupun dia telah merusak hujanku,
membuat hujan membawa bingkisan kenangan. Aku tetap menyukainya, menyukai
hujan.
Sehari, dua minggu, tiga bulan,
hari-hari berlalu. waktu tak pernah memberi tahu kapan hujan berikutnya akan
datang, hanya awan yang selalu mengingatkan. Tiba-tiba, aku dikagetkan dengan
sesosok makhluk yang duduk di alun-alun kampus, menunggu. Benarkah dia
menunggu? Dengan guratan senyum yang begitu mempesona, dia bercengkrama,
mengobrol dengan teman-teman lama. Tanpa menghiraukan, aku melewatinya,
melewati dia yang sedang duduk bersama.
“Hey, kamu melupakannku ya…”
tanganku dipegangnya. “Ayo ikut aku, ada yang ingin aku katakana padamu”.
Aku kaget, terdiam, membisu, dia
menabuh gendang-gendang jantungku. Dug… dug… Darahku ikut menari-nari tak
karuan akibat bunyi si jantung. Pingsan.
***
Aku tersadar di ruang kesehatan
kecil, hanya ada dia yang duduk dikursi sebelah tempat tidur, tirai putih,
kotak P3K, meja dengan alas putih dan hal-hal putih lainnya. Hening, dia
membiarkanku mengumpulkan tenaga. Aku beranjak duduk, dan dia mulai
berkata-kata.
“Kamu sudah sadar? Sakit apa sih?
Apa kamu masih suka hujan-hujanan? Kamu..”
Wew, aku langsung dihujani
kalimat-kalimat.
“Ya, AKU MASIH SUKA HUJAN” dingin,
aku memotong pembicaraannya.
Hening sejenak.
“Keluar yok, aku mau ngobrol nih... Kita ketempat biasa ya”
Seperti terhipnotis, aku
memberikan anggukan, mengiyakan.
Kita berjalan kesebuah taman,
tempat dimana dia sering mengajakku berteduh ketika hujan datang.
“Aku khawatir tau, aku mencemaskanmu”
Dia memulai pembicaraan
“O ya” Jawabku ketus.
Dia mengangkat sebelah alis
matanya, mengerutkan dahi. “Kamu ngga tau kan gimana aku disana? kenapa sih
kamu suka hujan? Aku ngga mau dengar jawaban TIDAK TAHU. Hari ini AKU INGIN
TAHU”
“Hey,, punya hak apa kamu ingin
tahu. Kemana aja sih kamu selama ini?”
Aku tak akan mengucapakan
kata-kata “rindu” atau “mengingatmu disaat hujan turun” padanya. Biarlah ku
pendam saja. Aku tak ingin membuatnya besar kepala.
“Masih saja seperti itu, kamu
taukan… Aku cemburu pada HUJAN”.
“Tidak, aku tidak pernah tahu.
Yang aku tahu, hanya kau tak pernah datang.”
“Kamu melupakan semuanya? Semua
yang aku lakukan untukmu dan hujan itu?”
“Tidak, ini fakta.! Tiga bulan
terakhir kamu kemana aja?”
“Aku kemana saja??? Hujanmu yang
kemana.! Kenapa hari ini dia tak datang??? Apa dia bersembunyi??? Takut dengan
kedatangannku??? Aku rindu hujanmu yang menyebalkan itu??? Hahaha”.
“Kenapa kamu tak menjawab
pertanyaanku, kamu kemana aja???”
“Hayooooo,, kamu merindukanku
ya?” Dia mulai menggoda
“Isssssshhhhh” aku mendesis,
pura-pura cemberut.
“Ngaku.. ngaku..” ucapnya dengan
tatapan penuh arti, mengejek tiada henti.
Dia menertawaiku. Lucu,
ekspresinya lucu sekali. Tawa itu tak tahan ingin keluar, aku menumpahkannya.
Tawa kami pun membahana. Bersama dia, aku tertawa.
“Maaf jika aku tak lagi
memperhatikanmu”
Tawa itu pergi meninggalkan kami,
suasana berubah sunyi, hanya ucapannya yang kini terdengar.
“Aku, bingung, aku tak tahu harus
berbuat apa. Maaf tak memberitahumu tentang kepergianku. Aku diutus ke daerah
terpencil tak bersinyal. Tiga bulan bertugas disana. Maaf”.
Aku hanya bisa mengangguk. Dia melanjutkan kalimat-kalimatnya:
“Maaf, aku mengagetkanmu dengan
kehadiranku. Terus terang AKU MERINDUKANMU”.
Aku schok, kaget dan hanya bisa diam,
menundukkan kepala. Aku tak berani memandang wajahnya.
“Kamu tahu, disaat hujan turun
aku selalu saja mengingatmu. Aku mengkhawatirkanmu dan aku selalu berdo’a untuk
kesehatanmu”.
Kata-kata itu. Kata-kata yang tak
terungkap, kata-kata yang harusnya keluar dari mulutku, terucap olehnya. “Rindu,
mengingatmu disaat hujan turun”. Harusnya… Arrrgggghhhh.!
“Aku… aku.. aku menyukai hujan. Ngga tahu kenapa
dan tidak tahu sejak kapan aku menyukainya. Yang jelas, aku suka hujan”.
Perlahan aku angkat kepala, memberanikan diri melihatnya.
Dia tersenyum, sedikit tertawa.
“Haha.! Bodoh.! Kamu suka hujan
yang bikin sakit kepala? Kamu suka hujan yang menganggu kesehatan manusia?
Hahahahahahahaha. Aneh.!”
“Hufh.! Kamu ini,,, aku serius
tau.! Apapun dampak dan akibatnya, aku tetap saja menyukainya. Toh selama ini
aku tak pernah sakit karna hujan. Mau hujannya banyak, mau nggak, aku ngga
peduli. Banjir. Yang salah manusianya juga kan? Coba kalau sampah ngga
berserakan dimana-mana, pasti aliran sungai dan irigasi yang ada akan berjalan
lancar, ngga mampet-mampet, ngga tersumbat-tersumbat”.
“Ada aja jawabannya, selalu begitu. Terus
kalau jalanan jadi licin, orang-orang tergelincir, motor berjatuhan, kecelakaan
karna hujan? Siapa yang salah? Manusia juga karna ngga hati-hati gitu? Terus
kalau hujan ngga berhenti, airnya turun terus, air masuk rumah kamu, kamu masih
senang? Dasar.! Manusia selalu kalah dibandingin hujan kesayanganmu. Ngga boleh
gitu juga”.
Refleks aku mengangkat bibir.
“ Eits,,, jangan manyun gitu.
Hahahaha”. Lagi-lagi dia menertawaiku.
Aku kesal dengan ucapannya.
“Kalau kamu ngga suka.! Yasudah.!
Ini aku bukan kamu.! Suka-suka aku dong, mau berfikiran seperti apa. Apa
sikapku menganggumu? Ngga kan.!” .
“Ngga?? Dengan gampangnya kamu
bilang ngga??. Kamu ngga tahu gimana aku disana. Mengkhawatirkanmu,
mencemaskanmu. Please deh.! Memang aku tak suka hujan sepertimu, tapi…. “
Lagi-lagi hening menghampiri
kami.
“Aku MENYUKAIMU lebih dari kamu
menyukai hujan itu. Kamu ngga tahu kenapa kamu biasa suka hujan, kamu ngga
peduli apapun dampak yang disebabkan oleh hujan. Begitu juga rasaku padamu. Aku
ngga tahu,,, yang jelas AKU PURE SAYANG KAMU”.