Senin, 28 Januari 2013

Jalan-jalan di Kota Semarang


Dua hari bersama Rara Sabria di Kota Semarang sungguh sangat menyenagkan J J J


Aku berangkat siang, setelah jum’atan. Dari kota salatia, aku berkunjung ke Semarang menemui Rara Sabria, sepupuku tersayang. Kali ini aku akan menjadi turis, Rara lah guide nya.
Dari Salitaga menuju Kota Semarang tidaklah lama. Hanya dalam waktu + 1 jam, aku telah sampai di Semarang. Mengunakan bus antar Kota aku turun di ADA BANYUMANIK SEMARANG.
Kita sudah berjanji ketemuan disana. Rara menjemputku menggunakan sepeda motor. Siang itu, aku dibawa Rara berkelilling mengunjungi kampus UNDIP tempat Rara kuliah. Aku diajak jalan-jalan mengitari kampus. Rara memberi tahuku dan mengenalkan fakultas-fakultas yang ada disana. Walau hanya sekilas , aku tetap bahagia meskipun tak banyak yang aku ingat mengenai letak dan fakultas apa aja yang ada disana. Dibanding kampus cabangku yang ada di Bukittinggi, UNDIP jauh lebih besar, lebih luas dan lebih megah. Mungkin hampir sebesar  UNAND (aku juga kurang tau, kira-kira begitulah). Tapi, UNAND lebih unik karna material bangunannya yang terbuat dari batu.
Setelah berkeliling, aku dibawa Rara menuju kostannya di Tembalang. Disana aku juga bertemu dengan teman-teman SMA ku dulu. Lia dan Tifa. Sore itu kita habiskan dengan berkunjung ke Rumah Sakit Umum Banyumanik. Teman Rara, sesama Minang terserang DBD dan terpaksa dirawat di RS ini. Kekeluargaan yang sangat kental tergambar disana. Rame sekali. Secara bergantian anak-anak IKAMI (Ikatan Mahasiswa Minang) menjaga dia yang dirawat.
Malamnya, kita main ke Maal Citra. Dinner di KFC dan nonton Habibie & Ainun.Serrruuuuuu bgt, Perjuangan Ainun, kesetiaan Ainun jempolan dech J
Rara




Si Rara kurang peka. Orang udah meneteskan air mata, ngusep-ngusep mata, eeee tissuenya belom juga muncul. Dan akhirnya, setelah beberapa menit berselang, si tissue yang ditunggu-tunggu nongol dari dalam tasnya Rara J. Dengan singap aku langsung mengambil sehelai tissue. Tanpa mempedulikan.
Aku bingung juga ni kisah lucunya dimana. Yang jelas, setelah film selesai, kita pulang dan lansung terbahak-bahak mengingat kisah tissue yang telambat datang.
Karna dapat tiket malam, 21.55 pulangnya pun larut. Sekitar jam satuan kita nyampe di kost. Sebelum ke kost, mampir dulu ke Indomart beli nugget buat sarapan besok pagi. Dan ternyata, rupanya, kiranya, ada Rian Bakua disana. Rian, teman satu SMA ku. Pernah satu kelas juga dulunya. Salaman dan tonjok-tonjokan seperti biasa. Hehehehe. Ngobrol bentar dan kembali pulang.
Besoknya, aku bangun lebih awal dari Rara. Setelah shalat, aku tidak bisa tidur lagi. Sementara rara, masi saja larut di alam mimpi. Jam 9. Rara masi belom bangun. Sementara nunggu, aku melihat koleksi novel milik Rara. Blom terlalu banyak sih. Tapi lumayan. Ada Ranah 3 warana, novel Dee dan..? eeemmppp.. aku lupa. Hehehehe. Aku sempat baca sebentar beberapa. Tapi ngga lama. Samapai akhirnya, aku membangunkan Rara lagi.
Sarapan pagi. Goreng nugget dan membeli nasi. Sepertinya biaya hidup di Semarang ngga semahal di Bukittinggi. Kalau di Bukittinggi Rp. 7000,- hanya dapat beli lauk doang di Semarang malah nasi lengkap lauk dan sayurnya.
Setelah sarapan pagi, aku mandi. Oya, sebelumnya aku udah janji mau ketemu Adit. Teman satu SMA ku juga. Kalau aku ngga salah, kita pernah 2 kali sekelas. Tepat setelah aku mandi Adit datang. Aku, Tifa, Lia dan Adit ngobrol-ngobrol bentar di kostan. Eh, bukan bentar sih. Lumayan lama. Saking lamanya Rara sempat ketiduran karna nungguin kita.
Obrolan panjang. Mereka masih salah sangka mengenai psikologi. Banyak mitos-mitos psikologi yang kami diskusikan disana. Ngeliat kepribadian dari tanda tangan, ramal garis tangan, etc. Obrolan panjang, sampai gossip kedekatan Adit dengan seorang perempuan juga kita diskusikan. Sayang, obrolannya harus terpotong karna aku harus melanjutkan perjalanan. Kalau tidak segera, bisa-bisa aku balik ke Semarangnya kemalaman.
Akhirnya, jam sebelasan aku dan Rara berangkat untuk berenang. Tujuan kami “Water Blaster”. Untuk masuk ke tempat ini kita mesti membayar Rp. 50.000,-/ orangnya. Dan ini memang untuk semua wahana. Semua penbayaran dilakukan di depan. So, pembayaran lokerpun harus kita lakukan ketika membayar tiket masuk. Kita menyewa loker besar. Maklum, barang bawaan banyak. Hehehehe. Uang sewanya Rp.10.000,- untuk satu loker besar.
Aku kira, Water Blaster memang tempat berang. Ternyata bukan. Water Blaster ini ternyata tempat bermain air. Kalau di daerah Sumbar, bisa jadi hampir sama dengan Minang Fantasi (Mifan). Tapi jelas, Water Blaster lebih besar dan lebih luas. Seluncurannya pun juga lebih tinggi. Lokasinya itu berada di dalam perumahan elit yang memiliki lapangan golf. Pantas saja di tiketnya di tuliskan “Graha Candi Golf”. Selama dua jaman kita main air disini. Seru-seruan naik seluncuran + pelampung. Masuk mulut hiu, ke daerah kapal karam, pokoknya main air deh #bukan berenang.
Perjalanan berikutnya, menuju “Lawang Sewu”. Hari sudah sore dan kita belom makan siang. Akhirnya, kita putuskanlah makan di Solaria, Paragon mal. Shalat Asar disana. Memang tidak dipungut biaya. Tapi, untuk peminjaman mukena kita mesti memberikan KTP sebagai jaminannya. Baru kali itu aku melihat yang seperti itu. Pengunjung mushalla ini juga sangat rame. So, mesti antri de.. :D
Dari paragon, kita jalan kaki menuju Lawang Sewu. Ngga jauh kok, Cuma beberapa menit jalan kaki. Dari depan pintu masuk Lawang Sewu, kita bisa langsung melihat tugu muda. Anatara Tugu Muda dan Lawang Sewu memang ada keterkaitan sejarah. Sayang aku lupa dan memang ngga tau. Hehehehehe.
Masuk lawang sewu, kita langsung beli tiket dan disediakan tour guidenya. Harga tiket Rp.10.000 untuk satu orang, satu kali masuk. Dan pembayaran guidenya Rp.20.000,-
Lucunya, Lawang Sewu ini menggunakan promo. Untuk sepuluh kali kunjungan, kita bisa gratais 1 X kunjungan. Hehehehehe. Menurutku ini satu hal yang aneh.

Di Pandu Mas Bambang (kalau ngga salah), kita berjalan mengelilingi bangunan tua ini. Beliau menceritakan sejarahnya dan seluk beluk ruangan. Dulunya lawang sewu merupakan kantor administrasi dan stasiun kereta api. Lawang Sewu, berarti seribu pintu. Dikatakan begitu karna memang ada banyak pintu disini. Pintu ini dihitungnya bukan berdasarkan lobang pintunya, tapi berdasarkan daun pintu yang ada. Setelah dihitung, disatu pintu terdapat enam daun pintu. Banyak bgt yah. Katanya sih untuk sirkulasi udara biar ngga panas. Perasaan sirkulasi udaranya banyak banget. Diruang bawahnya juga ada sirkulasi udara. Diatas bagian atap juga sebagai sirkulasi udara. Setelah diajak berkeliling, kita ditwarkan untuk ke ruang bawah tanahnya. Sebagai penjara bagi masyarakat Indonesia. Ada penjara berdiri dan penjara jongkok disana. Dulunya sih, ngga boleh ada yang masuk kesana, tempatnya ditutup untuk umum. Namun, setelah tim bukan dunia lain shooting disana. Tempat ini akhirnya dibuka. Untuk masuk kesana, kita mesti membayar guide lagi. Aku lupa berapa. Kita akan di fasilitasi sepatu bot dan senter.
Bersama gide yang baru kita masuk ke penjara bawah tanah itu. Gidenya kali ini seorang perempuan. Ibu-ibu yang menerutku sangat berani. Bayangkan, ia begitu beani menjadi pemandu untuk ruangan gelap seperti itu.
Gelap dan sangat mengerikan. Bukan hanya itu, dibawah sana juga sangat becek. Genanagn air dimana-mana. Guidenya bilang, dulunya ngga ada lampunya, baru beberapa tahun belakangan ini ruang bawah tanah diberi lampu. Ngeri sekali. Sempat merinding juga. Toh hanya kita bertiga yang ada disana. Untuk sampai di tempat awal saja, kami harus meloncati sebuah jendela.
Pemandu


Penjara Jongkok

Selesai menelusuri ruang bawah tanah, kami kembali lagi di pandu Mas Bambang keluar menuju halaman. Ya, Mas Bambang memandu kami hanya sampai di daerah ini. Ia menunjukkan jalan keluar dan memepersilahkan kami beristirahat.
Makan donat dulu

Kreta api di halaman depan Lawang Sewu

Sayang sekali, hanya sebentar waktu yang aku punya. Padahal kalau saja aku bisa lebih lama di Semarang bersama Rara mungkin kami akan mengunjungi tempat-tempat yang lebih seru. Walaupun sebenarnya dia lagi dalam masa ujian.
Menyenangkan sekali walau hanya dua hari J. Setelah magrib, aku kembali ke Salatiga. Naik bus di Ada Banyumanik di antar Rara J
Makasiiii untuk waktunya ^_^

Dokumentasi: Lawang Sewu










Miniatur Lawang Sewu

Tahun Baru, Kembang Api Cetar Membahana


31 Desember, aku berencana ngga kemana-mana. Menunggu pergantian tahun di rumah saja. Mbak Ika bilang, lebih asyik kalau melihat kembang api dari rumah saja. Maklum, rumah ini berada di daerah yang cukup tinggi. Kalau biasanya kita melihat kembang api mendongak ke atas, dari sini (Salatiga) kita bisa melihat kembang api kearah bawah (Daerah Ambarawa), atau dengan membuang pandangan jauh kedepan saja.
Sayangnya turun hujan, kadang gerimis, kadang hujan lebat. Aku sempat melihat kembang api dari arah Ambarawa sana. Mungkin itu ulah anak-anak yang ngga sabar menunggu pergantian tahun.
23.00 WIB, hujan lebat digantikan gerimis. Rinai mengunjungi derah kami. Kota Salatiga. Meski basah-basahan, jalanan tetap rame. Yang menggunakan motor, terlihat begitu mesra bersama pasangan mereka. Ada yang membawa anak, ada juga pasangan muda. Mau-maunya mereka hujan-hujanan begitu hanya untuk menyambut dan merayakan  pergantian tahun di pusat kota.
Karna belom shalat, aku masuk kedalam dan berwudhu. Lagi asyik-asyiknya menggosok gigi, Bulik mengetok pintu kamar mandi. “Wara, mau ikut ngga? Lihat kembang api? Di Pusat kota?”.
“Iya,,, tapi Wara shalat dulu ya Bulik. Eh, apa ngga hujan?”
“Ngga kok, Udah reda. Bulik tunggu di luar ya..”
Menggunakan angkot, kami (Aku, Bulik & Yoga) berangkat menuju pusat kota.
Tak kusangka, tahun baru memberikan rezeki tersendiri bagi beberapa pedagang dan sopir angkutan umum. Ngga biasa-biasanya masi ada angkot yang mencari penumpang pada jam setengah dua belas malam. Biasanya, di jam sembilan sudah sangat susah menemukan angkot.
Bukan hanya itu, Walikota mengadakan open house di rumah dinasnya yang juga berada dipusat kota (Aku tak menemukan hal seperti ini di Kota Solok). Disana diadakan acara makan bersama. Siapa saja boleh ikutan makan.
Masi seperempat jam lagi, hanya untuk menunggu angka 31 menjadi angka satu.
Rame sekali, Pusat kota sangat rame. Sepertinya semua orang keluar rumah. Pasar dan jalanan dipenuhi orang.Bermeter-meter panjang  jalanan, isinya orang semua. Saaaannnngggaaaaatttt rame. Penuh sesak dengan orang. Jalanan banjir orang.
Tinggal beberapa detik lagi. Seseorang dari atas gedung hotel melambai-lambaikan tanggannya menggunakan pentungan polisi. Cahaya merah panjang bergoyang ke kiri dan kekanan.
10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1 asap menggempul bercaya kemerah-merahan dan kuning. Sebuah balon api terbang ke udara. Perlahan naik, kembali turun dan menghilang. “Jeduar, jeduar.!!! Nyyiiittttttt!!! Duuaaarr!!! Duarrr!!!!” Kembang api mulai menghiasi langit, bergantian memamerkan keindahan masing-masing. Selama 40 menit kembang api dimainkan. Semua bersorak-sorak melihat Indahnya kembang api. Malam itu, langit dihujani cahaya api dan asap dari seluruh negeri. 

Kembang Api @Salatiga. 1 Januari 2013






Perjalanan


26 Desember 2012, aku bersama bapak dan temannya (Lik Tian) berangkat ke Pulau Jawa mengunakan Bus Lorena tujuan Jakarta, Bogor, Bandung. Ngga banyak yang bisa aku lakukan sepanjang pejalanan. Menamatkan novelnya Pak Tere Liye “Daun yang Gugur Tak Pernah Membenci angin” sambil sekali-sekali memandang jalan melihat daerah orang. Kita naik bus dijalan (tanpa tiket) dengan biaya Rp.280.000/orang. Sayang, aku tak sempat menghitung berapa banyak kita berhenti dan makan di jalan.
Dengan menggunakan Feri, kita sampai di Jakarta. Naik kapal itu menyenangkan, baik itu siang, pagi maupun malam bagiku perjalanan mengunakan kapal sangat menyenangkan. Aku suka melihat air, aku suka melihat riak-riak air dan busa yang diciptakan kapal, aku juga senag melihat lampu-lampu indah dari kapal lain yang juga menyebrang. Menunggu pagi di terminal 27 Desember, begitu turun bus kami langsung disambut oleh orang-orang berseragam yang bertugas ngangkatin barang. Tanpa disuruh, barang-barang sudah mereka angkut menuju tempat/ bus tujuan berikutnya. Kami naik angkot menuju Pulau Gadung. Tujuan akhirku dan bapak adalah kota Salatiga, Sedangkan Pak Lik Tian turun di Jepara.
Yang membuat aku terkagum-kagum adalah, “Pasar Pagi”. Jam di Ponselku menunjukkan pukul 3 lewat 20 menit. Pasar itu surah ramai. Penuh dengan orang. Menakjubkan.
Pulau gadung masih sepi. Namun begitu, ada beberapa orang yang menunggu seperti kami disana, serta beberapa ibu-ibu penjual kopi, gorengan dan roti. Bapak dan Lik melihat-lihat loket, untuk menentukan Bus yang akan kami gunakan. Sayangnya, bus menuju salatiga ngga ada yang berangkat pagi, semua jurusan berangkat siang hari setelah dzuhur. Akhirnya, kami ikut Lik naik mobil menuju Jepara, keberangkatan jam 8 pagi. Mengunakan Bus Shantika yang ongkosnya Rp. 180.000/orang kami berangkat menuju Jawa Tengah.
Aku ngga tahu itu daerah apa, yang jelas kami melewati pinggir pantai. Disana ada banyak tambak ikan. Bapak bilang, itu tambak ikan bandeng.
Karna asyik baca dan ngeliatin jalan, aku jadi lupa mengabadikan gambar.
Aku dan Bapak turun disemarang, nyambung lagi naik Bus menuju Salatiga. Beruntung kami ngga nunggu terlalu lama.
Jum’at malam, kami sampai di Salatiga. Salaman, cipika-cipiki, ngobrol bentar dan beristirahat.
Selama di Salatiga, ngga banyak yang aku lakukan. Hanya membantu Bulik masak setiap pagi, ngeliatin jalan lagi (rumah bapak di pinggir jalan lintas) dan menamatkan “Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Mera”nya Pak Tere diiringi bisingnya jalanan. Ada banyak bus jurusan Semarang-Solo, angkot, Taxi, Truk, Fuso, mobil dan motor yang berlalu lalang.
Cukup menyenangkan, meski aku ngga kemana-kemana.

Senin, 21 Januari 2013

Negeri Memproduksi


Ternyata Kota Solok punya tempat penyulingan minyak “SERAI


Kita pasti pernah mendengar kata “Gunakanlah Produk dalam Negeri”. Yapz, kata-kata ini pernah diikut sertakan dalam sebuah iklan suatu prodak. Ngomong-ngomong soal iklan, bukan bermaksud mengiklankan hanya saja saya tertarik dengan hal ini, makanya saya selipkan di blog saya. Hehehehehehe
Sebelum masuk ke inti tulisan yang lagi saya ketikan, saya akan bercerita panjang mengenai bagaimana saya bisa sampai menemukan tempat penyulingan ini. Semoga pembaca ngga bosen ya… hoho
Libur semester V, setelah berkutat dengan kegiatan kampus yang notabenenya disibukkan dengan kegiatan, tugas, praktek  dan ujian, kami para mahasiswa diberi kesempatan oleh pihak universitas untuk refresh sejenak dari rutinitas perkuliahan. Tentu, kesempatan ini tidak disia-siakan. Umumnya, para mahasiswa pada pulang, berlibur dan mencari tempat rekreasi. 2 minggu saya berlibur ke tanah kelahiran bapak di Salatiga Jawa Tengah. (Perjalanan Liburan, next page). Maaf ya pembaca, saya memang sering begitu, loncat sana-sini. Gatal rasanya tangan ini, pengen menceritakan semuanya. Asyiknya liburan bersama keluarga. Hahahahahaha
Oke, langsung ke inti cerita. Jadi, setelah pulang dari Salatiga saya mendadak jadi tukang ojek. Sebenarnya bukan mendadak, tapi sudah menjadi kegiatan rutin kalau saya pulang kerumah ngantarin Mbah Putri kesana kemari (maklum, cucu tertua).
Jadi ojek pribadinya mbah putri (nenek saya-keturunan Solok asli-Usmaini namanya) sangat menyenangkan. Ada banyak cerita yang dpat dijadikan pelajaran disana. Termasuk kegiatan yang satu ini. Pagi itu, kalau ngga salah 16 Januari lalu saya mengantar mbah keladang, terus ngumpul sama anggota kelompok tani yang lain, dan berangkat ke Laiang. Sebelumnya mbah memang sudah merekomendasikan saya untuk membawa kamera dan mengabadikan kegiatan yang akan dilakukan disana. Saya ngga tau persis itu kegiatan apa, yang jelas ada ibu-ibu PKKnya, dihadiri Ibu Wali Kota dan mungkin beberapa jajarannya. Ada yang meliput juga.
Kelompok tani Kalumpang Saiyo (Mbah putri salah satu anggotanya) mendapat undangan untuk ikut serta menghadiri acara yang saya ngga tau dalam rangka apa (Saya juga enggan bertanya).

Mbah Putri (Kiri) & Andung (Kanan)



“SEKILAS INFO”
Beberapa hal yang saya tahu tentang kelompok tani ini: Kelompok ini merupakan salah satu kelompok petani yang ada di Kota Solok. Di Ketuai oleh “Pak Guru”. Kalau saya ngga salah, beliau ini ngajar di alahan panjang (Saya lupa nama daerahnya). Mbah bilang, tu tempat masih primitive. “Ilmunya kuat” (Mistic). Kelompok tani Kalumpang Saiyo telah terbentuk beberapa tahun lalu (Kata mbah sih sudah lama, sebelum mbah pensiun kelompok ini juga sudah ada). Sekarang anggotanya ada dua puluh orang. Kelompok ini seperti bintang yang berkelap kelip, kadang hidup, kadang mati, kadang redup, kadang kliatan, kadang ngga. Nah, sekarang mereka bangkit kembali. Tu lagi buka lahan sewaan yang nantinya akan ditanami serai.

Kembali ke inti cerita, Samapai di lokasi saya sudah melihat banyak orang termasuk diasana pegawai pemerintahan, dari pertanian kali ya (Selain ibu-ibu PKK dan ibu Wali Kota seperti yang telah saya ceritakan tadi). Sayangnya saya terlambat, So, saya ngga tau persis rangakaian acaranya seperti apa. Ketika saya datang, reporternya sudah asyik mengambil-ngambil gambar dan mengulang-ulang adegan penyulingan minyak serai.

Danil apa Denil ya??? Begitulah orang-orang disana memanggilnya (Saya belom sempat kenalan, apa lagi ngobrol panjang), dialah orang yang berperan penting disini. Tempat penyulingan minyak itu dibuat oleh beliau sendiri (Kabar yang saya dengar), beliau juga sudah 2X ke Jepang melakukan studi banding.
Dari kegiatan inilah saya jadi tahu bahwa ternyata Kota Solok punya tempat penyulingan serai. Dan telah menghasilkan minyak serai. Kalau sehari-hari kita sering mendengar Teh Sari Wangi, sekarang malah ada yang namanya Minyak “Sarai Wangi”.

Minyak Sarai ini, asli buatan dalam kota sendiri. Kota Solok. :D :D :D
Minyak ini dapat digunakan untuk Rematik, Encok, Pegal-Linu, Digigit binatang berbisa, sakit gigi, dan patah tulang kalau saya tidak salah dengar. Bagi yang berminat silahkan datang langsung ke Laiang atau kunjungi apotik terdekat.

Gambar1.Tempat Daun Serai Yang akan disuling

Gambar 2. Tungku Pembakar

Gambar3. Tempat Pendingin

Gambar4. Finish

Saya ngga tau pasti gimana prosesnya, kalau boleh nebak-nebak prosesnya seperti ini: Daun-daun serai yang telah dipanen dimasukkan kedalam tempat yang ada di gambar1. Kemudian, panaskan tempat yang ada di gambar2 dengan memasukkan kayu bakar, atau hal-hal lain yang bisa dibakar. Setelah itu, minyak seraipun jadi... Silahkan ambil dari tempat yang terdapat di gambar3. Hehehehe
Lantas, bak air yang di gambar 4 apa gunanya??? Penasaran??? Itu digunakan sebagai pendingin agar minyaknya ngga menguap. Sekian

Dari Sawah Piai Kota Solok, Wara Frizzy Melaporkan ^_^

Hal Tak Terduga, Refreshing Tanpa Rencana II


Seharian jalan-jalan with Ii dan Si Devi alias Ipy yang sudah biasa Back Packeraan, membuat aku  tertarik nyoba giman sih rasanya back packan itu. Seseru apa sih. Sayang, izin orang tua tak ku dapatkan untuk mencoba hal seru seperti ini.
18 November 2012. Pagi kembali datang menghampiri, kabut turun, Hari Minggu di Bukittinggi. Pagi di minggu ini kami habiskan dengan berjalan kaki. Jalan menuju jam gadang, berjalan untuk senam pagi. Seru bisa goyang-goyangan dan menghangatkan badan. Lagunya nge-DJ gitu,,, goyangkan pinggul, tangan, kaki, kepala, hayoo semua digoyang. Hahahahahah.. Gimana ngga seneng tu si Dila, sampe kecanduan malah.
Goyangan maut Dila (Kiri) & Riri (Kanan)

Energi dan Ion dalam tubuh berkurang, kami pun pergi sarapan. Sebelomnya minum susu kedele dulu, terus makan kerupuk, baru deh berangkat kedalam pasar untuk mencari sarapan.
Hadowh, aku lupa nama tempat sarapannya. Seperti tempat-tempat sarapan pada umumnya, disana disediakan nasi goreng, mie goreng, mie rebus, soto, pokonya banyak deh. Aku sampe lupa menghafalkannya.
Oya, Bukittinggi itu kota yang ngga malu-malu menurutku. Banyak kakek dan nenek yang tetap mesra bergandengan di jalan, Bikin sirik aja…
Hahahahahaha
Lokasi: Yarsi


Lokasi: Jalan Sudirman (Depan Lapangan Kantin)

Capek juga dari pagi hingga hamper tenggah hari. Eh, bukan.. pagi menjelang siang maksudnya. Jalan-jalan mengelilingi seperempat luasnya negeri Bukittinggi. Waktunya istirahaaaaaatttt…
Belom mandi, masi rebahan di dedeket lemari telpon pun berbunyi. Tanda sms masuk. Ternyata Ii, mengajakku untuk ikut ke Lawang, melihat offroad bersama Intan dan Devi. Intan punya kenalan, bapak-bapak yang pernah memberi tumpangan padanya ketika ia backpackeran ke Payakumbuh (kalau ngga salah).
Lawang Park adalah sebuah tempat wisata yang terdapat di daerah Lawang Maninjau. Dari lawang ini, kita dapat melihat Indahnya danau maninjau diantara perbukitan. Disini, kita juga dapat melakukan paralayang dengan biaya Rp. 250.000. Lawang Park pun menyediakan  penginapan dan tempat karaoke. Selain itu, juga disediakan outbond seperti palaying fox dan juga arena offroad.
Menggunakan Taff milik si bapak, kita berangkat menuju Lawang Park. Dan ternyata.. jengjerengjrengjreng.. Terjadi kesalahan saudara-saudara. Pelaksanaan perlombaannya itu 16-17, bukan tanggal 18. Gubrak deh.
Jadilah hari itu kami hanya berfoto dan muter-muter di jalan, menikmati pemandangan alam yang disuguhkan Tuhan. Melewati beberapa daerah, kami ke Embun Pagi di Maninjau. Kurang puas dengan embun pagi, kami pindah ke malalak.
Perjalanan menuju malalak sedikit mengerikan. Banyak batu-batu yang berjatuhan. Daerah rawan longsor dan berembun. Tapi, pemandangannya, jempolan sekali. Sungguh luar biasa. Saking terpesonanya sampe lupa mengabadiaknnya. Dari sana kita bisa lihat pantai pariaman beserta pulau-pulaunya.
Ini semua dilakuakan tanpa perencanaan. Mendadak dan menakjubkan. Hehehehehehe
Kami + Taff

Danau Maninjau dari Lawang

Penginapan dan Tempat Karaoke di Lawang Parj


Selasa, 15 Januari 2013

Hal Tak Terduga, Refreshing Tanpa Rencana


Sebelum hari H pelaksanaan lomba, kami sibuk mencari sponsor dan persiapan. Libur Panjang (almanac merah + Harpitnas), mahasiswa pada pulang, sedang kami (sebagian mahasiswa yang mengambil matakuliah kewirausahaan) datang akibat sms yang mengancam. Ancaman nilai E. Ada yang peduli, ada yang tidak, ada yang datang dengan ikhlas, ada juga yang datang karna terpaksa dan takut mendapatkan nilai “E”.
Waktu itu hari sabtu, 17 November 2012. Bersama-sama kami berkumpul diruang 03. Membicarakan semuanya, segala hal yang dibutuhkan. Merelakan waktu libur untuk meningkatkan persentase kesiapan kami.  Hari H sudah dekat dan kami harus siap.
Tugasku sudah selesai, membagi undangan ke SD-SD yang berada di madiangin sudah dilaksanakan 2 minggu yang lalu. Aku memilih duduk-duduk di kursi yang disediakan di depan prodi, sementara yang lain sibuk mempersiapkan diri, mencari sponsor dan mendatangi sekolah untuk mencari peserta. Satu persatu beranjak pergi, menjalankan misi.
“Mbak, ikut yok, Ketempat Bang Fahri nyari sponsor”, kira-kira begitulah ajakan Riri.
Bersama Devi, kami berangkat berjalan kaki. Dari kampus, kaki kami langkahkan menuju pasar, satu persatu toko terlewati. Kendaraan tak sengaja terperhatikan, gurauan dan percakapan tercipta sepanjang perjalanan.
Melewati Rumah Bung Hatta, sontak kami terhenti. Melihat sekelompok orang yang sedang mengambil gambar, shooting flm sepertinya. “Mungkin film documenter” ungkapku dalam hati. Seorang wanita mengenakan kemeja putih, rok biru dengan jilbab senada tengah berjalan dari rumah Bung Hatta, sementara didepannya seorang pria memainkan kamera. Tidak hanya sekali, si wanita tadi mengulang adegan itu berkali-kali atas instruksi si pemegang kamera.
Perjalanan kami lanjutkan, beberapa menit kemudian kamipun sampai di “Aluih Kreasi”. Sampai disana, Bang Fahrinya ngga ada L. Proposal pun kami tinggalkan pada kakak dan abang yang ada disana.
Sudah hampir 2.5 tahun aku menjadi penghuni Bukittinggi, tapi belum semua tempat terjelajahi, termasuk Rumah Bung Hatta. Padahal sudah berkali-kali aku melewatinya. Masuk kesana saja tidak dipungut biaya. Rasa penasaranku semakin kuat setelah membaca blog Bundo http://ladangjiwa.com/2644/yang-terlewatkan-rumah-kelahiran-bung-hatta (Disini lebih lengkap dan lebih datail info mengenai Rumah Bung Hattanya :) ).
So, siang itu 17 November 2012 setelah mengantar proposal kami mengunjungi rumah Bung Hatta.
Sebelum masuk, ibu penjaga mewanti-wanti: “SEMUA barang yang ada didalam, meja, kursi, tempat tidur tidak boleh dipegang apa lagi diduduki. Pintu diatas tidak boleh dibuka.”Dengan anggukan, kami mengiyakan.
Tidak disangka, kakak yang menggunakan rok dan jilbab biru tadi masi disana. Masih ayik shooting. Kelompok itu masih disini, belum  meninggalkan lokasi, masih berpura-pura, memerankan.
Bang Fahri.! Dia bagian dari mereka. Bang Fahri ada disini juga, kediaman Bung Hatta.
Kesempatan, kamipun berfoto, bercerita dan sharing. Bang Fahri dan Kakak berbaju biru itu adalah Bujang dan Gadih Bukittinggi, Mereka sedang menjalankan tugas membuat vidio untuk mempromosikan kebudayaan dan tempat-tempat wisata yang ada di Bukittinggi. Setelah puas dilantai satu, kami pun menuju lantai dua.




O’o…. Rumah Bung Hatta tiba-tiba rame oleh orang-orang berseragam merah. Ternyata mereka adalah karyawan, manager dan jajaran One Heart yang sedang berkunjung ke Bukittinggi. Tidak hanya itu, kami juga bertemu beberapa anak-anak SD.

Setealah puas berkunjung dan melihat-lihat foto Bung Hatta kecil beserta anggota keluarganya, kami melanjutkan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan rohani dan fisiologis.
Menuju jenjang 40 to Masjid Raya. Beberapa meter meninggalkan kediaman Bung Hatta, sebuah Yaris Putih mendatangi kami dari arah berlawanan. “TUDUBBRRAAAACCCCKKKK! Spion mobil menyenggol tas kami. Saya, Ipi, Riri dan seorang ibu-ibu yang berada didekat kami kaget. Beberapa detik turun ke alam bawah sadar. Yaris terhenti. Ngga tau lagi, ntah tasi siapa yang kena. Ntah siapa yang salah. Kami yang terlalu mepet kebadan jalan atau malah Yarisnya yang terlalu mepet ke trotoar. Sepersekian detik kemudian kami tersadar, berlari, menyebrang jalan dan meninggalkan Yaris. Takut si pemilik Yaris menuntut kami. Sesekali kami menoleh kebelakang, mengintip Yaris tadi, masih disanakah atau sudah pergi.
Jenjang 40 sudah didepan mata, satu persatu tangga kami naiki. Ngosngosan hingga tangga terlewati. Masjid Raya, Wudhu, Shalat Dzuhur, kemudian masuk pasar.
Mumpung kliatan yang dicari, Ii menyempatkan diri. Berbelanja sandal Khas Minang, setelah itu mengisi perut. “Nasi Goreng ditengah Pasar”. Nasi Goreng yang harusnya Rp. 9.000,00.-/ porsinya. Di tangan Ipi bisa jadi Rp. 6.000,00.- saja.
“Wow, Amazing.!” :D :D :D
Hal unik dari warung ini adalah MIXERnya. Biasanya ujung MIXER berbentuk bulatan besi dengan beberapa jari-jari. Nah, kalau MIXER si Bapak ini, sudah di Modif. Ujungnya berubah menjadi lidi. Dengan  kekuatan listrik, Lidi berputar sangat kencang mengunjang gelas yang berisi kuning telur. Deru suaranya memacu tenaga lidi-lidi tadi hingga kuning telur lumer, berubah kembang sekembang-kembangnya. Hehehehehe
Benar-benar pengalaman yang menakjubkan. Hal ini tak akan dapat dibeli dengan uang. Super sekali… J J J
Gini ni balasannya jika kita melakukannya dengan iklas J
Seru banget.. J
Meski aku ngga jadi nonton konser kotak. Tak masalah.. :D
Akhir ketikan, kamipun kembali ke kampus dan melaporkan perkembangan.

Prolog Setelah Bungkam dan Diam


Waaaaahhhhhhhhhh…. Banyak ngutang tulisan nih. Udah lama ngga nulis dan blog pun terbengkalai. Sorry L L L.
Sejak tugas menumpuk, ujian merasuk wara ngga nulis lagi (mengkambinghitamkan again). Huhuhuhuhuhu

Liburan semester  V.  Tidak seperti liburan-liburan disemester sebelumnya, liburan kali ini TERPISAH. Kesibukan masing-masing dan urusan masing-masing. Maaf Ya… “Wara apalagi”.
Tunggu, cerita liburan kita tunda dulu, Flash back yu..
Sebelum liburan semester datang, tentu ada yang namanya UAS. Yapz, benar Ujian Akhir Semester. Biasanya dilengapi dengan TUGAS, TUGAS dan TUGAS. Tidaklah lengkap rasanya, jika ujian akhir semester datang tanpa membawa TUGAS.
Semester V menghampiri kami dengan membawa 9 Mata Kuliah, yang masing-masingnya memiliki beban tersendiri. Salah satunya  mata kuliah “Kewirausahaan” yang mengharuskan kami (satu angkatan) membuat even (acara).
Setelah melakukan debat panjang, rapat-rapat, diskusi dan musyawarah akhirnya didapatlah mufakat bahwa kita akan mengadakan Lomba Mewarnai untuk tingkat Taman Kanak-kanak dan Lomba Marchingband untuk anak-anak Sekolah Dasar se Kota Bukittinggi. Mulailah kami menyebar undangan, TIM pun dibagi, motor berterbangan menuju sasaran.
Waktu itu hari Jum’at dibulan Oktober, Motor Dani Q’ting bocor beberapa jam kami (Wara, Ii dan Kely-Satu Tim) terpaksa menunggu.


Advantage : Wara jadi tahu jalan-jalan yang ada di Bukittinggi, khususnya daerah mandi angin dan sekitarnya + Gaduik.

Sayangnya, tak satupun Sekolah Dasar yang mendaftarkan Group Marchingnya untuk mengikuti Lomba yang akan diadakan. Hal ini dikarenakan surat kami tidak memiliki tembusan. Para guru takut mengirimkan muridnya. Karena para pengawas akan memberi teguran kepada sekolah yang berani mengirimkan utusan.

Note: Jika ingin mengadakan acara untuk diajukan kepada sekolah-sekolah, harus melaporkannya ke Diknas Pendidikan. Laporkan lah jauh hari sebelum acara diadakan, karena prosedur dan proses diknas itu teramat sangat lama.

Kabar gembiranya, untuk lomba mewarnai pesertanya sangat banyak. Melebihi target kami. Sampai-sampai kami akan menutup pendaftaran takut kapasitas ruangan tidak mencukupi.