Sebelum hari H
pelaksanaan lomba, kami sibuk mencari sponsor dan persiapan. Libur Panjang (almanac
merah + Harpitnas), mahasiswa pada pulang, sedang kami (sebagian mahasiswa yang
mengambil matakuliah kewirausahaan) datang akibat sms yang mengancam. Ancaman
nilai E. Ada yang peduli, ada yang tidak, ada yang datang dengan ikhlas, ada
juga yang datang karna terpaksa dan takut mendapatkan nilai “E”.
Waktu itu hari
sabtu, 17 November 2012. Bersama-sama kami berkumpul diruang 03. Membicarakan
semuanya, segala hal yang dibutuhkan. Merelakan waktu libur untuk meningkatkan
persentase kesiapan kami. Hari H sudah
dekat dan kami harus siap.
Tugasku sudah
selesai, membagi undangan ke SD-SD yang berada di madiangin sudah dilaksanakan
2 minggu yang lalu. Aku memilih duduk-duduk di kursi yang disediakan di depan
prodi, sementara yang lain sibuk mempersiapkan diri, mencari sponsor dan
mendatangi sekolah untuk mencari peserta. Satu persatu beranjak pergi,
menjalankan misi.
“Mbak, ikut yok,
Ketempat Bang Fahri nyari sponsor”, kira-kira begitulah ajakan Riri.
Bersama Devi,
kami berangkat berjalan kaki. Dari kampus, kaki kami langkahkan menuju pasar,
satu persatu toko terlewati. Kendaraan tak sengaja terperhatikan, gurauan dan
percakapan tercipta sepanjang perjalanan.
Melewati Rumah
Bung Hatta, sontak kami terhenti. Melihat sekelompok orang yang sedang
mengambil gambar, shooting flm sepertinya. “Mungkin film documenter” ungkapku
dalam hati. Seorang wanita mengenakan kemeja putih, rok biru dengan jilbab
senada tengah berjalan dari rumah Bung Hatta, sementara didepannya seorang pria
memainkan kamera. Tidak hanya sekali, si wanita tadi mengulang adegan itu
berkali-kali atas instruksi si pemegang kamera.
Perjalanan kami
lanjutkan, beberapa menit kemudian kamipun sampai di “Aluih Kreasi”. Sampai
disana, Bang Fahrinya ngga ada L.
Proposal pun kami tinggalkan pada kakak dan abang yang ada disana.
Sudah hampir 2.5
tahun aku menjadi penghuni Bukittinggi, tapi belum semua tempat terjelajahi,
termasuk Rumah Bung Hatta. Padahal sudah berkali-kali aku melewatinya. Masuk
kesana saja tidak dipungut biaya. Rasa penasaranku semakin kuat setelah membaca blog Bundo http://ladangjiwa.com/2644/yang-terlewatkan-rumah-kelahiran-bung-hatta (Disini lebih lengkap dan lebih datail info mengenai Rumah Bung Hattanya :) ).
So, siang itu 17
November 2012 setelah mengantar proposal kami mengunjungi rumah Bung Hatta.
Sebelum masuk, ibu penjaga mewanti-wanti: “SEMUA barang yang ada didalam, meja, kursi, tempat tidur tidak boleh dipegang apa lagi diduduki. Pintu diatas tidak boleh dibuka.”Dengan anggukan, kami mengiyakan.
Sebelum masuk, ibu penjaga mewanti-wanti: “SEMUA barang yang ada didalam, meja, kursi, tempat tidur tidak boleh dipegang apa lagi diduduki. Pintu diatas tidak boleh dibuka.”Dengan anggukan, kami mengiyakan.
Tidak disangka,
kakak yang menggunakan rok dan jilbab biru tadi masi disana. Masih ayik
shooting. Kelompok itu masih disini, belum
meninggalkan lokasi, masih berpura-pura, memerankan.
Bang Fahri.! Dia
bagian dari mereka. Bang Fahri ada disini juga, kediaman Bung Hatta.
Kesempatan,
kamipun berfoto, bercerita dan sharing. Bang Fahri dan Kakak berbaju biru itu
adalah Bujang dan Gadih Bukittinggi, Mereka sedang menjalankan tugas membuat
vidio untuk mempromosikan kebudayaan dan tempat-tempat wisata yang ada di
Bukittinggi. Setelah puas dilantai satu, kami pun menuju lantai dua.
O’o…. Rumah Bung
Hatta tiba-tiba rame oleh orang-orang berseragam merah. Ternyata mereka adalah
karyawan, manager dan jajaran One Heart yang sedang berkunjung ke Bukittinggi.
Tidak hanya itu, kami juga bertemu beberapa anak-anak SD.
Setealah puas
berkunjung dan melihat-lihat foto Bung Hatta kecil beserta anggota keluarganya,
kami melanjutkan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan rohani dan fisiologis.
Menuju jenjang
40 to Masjid Raya. Beberapa meter meninggalkan kediaman Bung Hatta, sebuah
Yaris Putih mendatangi kami dari arah berlawanan. “TUDUBBRRAAAACCCCKKKK! Spion
mobil menyenggol tas kami. Saya, Ipi, Riri dan seorang ibu-ibu yang berada
didekat kami kaget. Beberapa detik turun ke alam bawah sadar. Yaris terhenti.
Ngga tau lagi, ntah tasi siapa yang kena. Ntah siapa yang salah. Kami yang
terlalu mepet kebadan jalan atau malah Yarisnya yang terlalu mepet ke trotoar.
Sepersekian detik kemudian kami tersadar, berlari, menyebrang jalan dan
meninggalkan Yaris. Takut si pemilik Yaris menuntut kami. Sesekali kami menoleh
kebelakang, mengintip Yaris tadi, masih disanakah atau sudah pergi.
Jenjang 40 sudah
didepan mata, satu persatu tangga kami naiki. Ngosngosan hingga tangga
terlewati. Masjid Raya, Wudhu, Shalat Dzuhur, kemudian masuk pasar.
Mumpung kliatan
yang dicari, Ii menyempatkan diri. Berbelanja sandal Khas Minang, setelah itu
mengisi perut. “Nasi Goreng ditengah Pasar”. Nasi Goreng yang harusnya Rp.
9.000,00.-/ porsinya. Di tangan Ipi bisa jadi Rp. 6.000,00.- saja.
“Wow, Amazing.!”
:D :D :D
Hal unik dari
warung ini adalah MIXERnya. Biasanya ujung MIXER berbentuk bulatan besi dengan
beberapa jari-jari. Nah, kalau MIXER si Bapak ini, sudah di Modif. Ujungnya
berubah menjadi lidi. Dengan kekuatan
listrik, Lidi berputar sangat kencang mengunjang gelas yang berisi kuning
telur. Deru suaranya memacu tenaga lidi-lidi tadi hingga kuning telur lumer,
berubah kembang sekembang-kembangnya. Hehehehehe
Benar-benar
pengalaman yang menakjubkan. Hal ini tak akan dapat dibeli dengan uang. Super
sekali… J J J
Gini ni
balasannya jika kita melakukannya dengan iklas J
Seru banget.. J
Meski aku ngga
jadi nonton konser kotak. Tak masalah.. :D
Akhir ketikan,
kamipun kembali ke kampus dan melaporkan perkembangan.
hhahaha,,, nah ini dia satu lagi kesempatan ituuu,, ucapkan alhamdulillah mbak,,
BalasHapussemoga masih banyak kesempatan-kesempatan hebat lainnya :)
Alhamdulillah.. :)
BalasHapusAyo,,,, bagian ii nulis tentang Bung Hatta nya ya... ;)
hhahahha.. iyaa ,bak semoga ii dapat feel nya yaaa.. :)
BalasHapus