Minggu, 07 Oktober 2012

Datang Tak Di Jemput Pulang Tak Di Antar


Siang ini begitu panas, suasana didalampun sepanas cuaca diluar. Hari ini adalah hari Musyawarah Besar di kampus kami. Aku megikutinya dengan hikmat. Memandang sekeliling dan mengobservasi beberapa orang untuk mencari tahu watak dan bagaimana sikap orang-orang yang ada didalam. Musyawarah yang begitu panjang, begitu rumit untuk aku mengerti dan sangat mengherankan. Aku dengan asyiknya menikmati perdebatan demi perdebatan. Sayang aku tak punya hak bicara, jadi aku hanya diam dan memperhatikan.
Ditengah keasyikanku mengamati, tiba-tiba ponselku bergetar. Tak ku hiraukan getaran demi getaran yang merambat di pangkuannku. Hal ini terjadi beberapa kali. Dengan malas dan merasa terganggu, akhirnya aku mengambilnya dari dalam tas. Ternyata, itu telpon dari pacarku “Nata”.
“Izin keluar pimpinan siding”. Pintaku sambil mengacungkan tangan.
Di luar, akupun melepon “Nata”.
“Tuuuuutttt…. Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Tak ada jawaban.
Ku telpon kembali
“Tuuuuutttt…. Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Lagi-lagi tak ada jawaban.
“Tuuuuutttt…. Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Yeah, kali ini diangkat
“Halo sayang, ada apa?”. Aku mengawali
“Kamu kemana aja sih! Dari tadi aku telpon ngga ada jawaban. SMS ku pun tak direspon! Kamu kenapa? Apa kamu punya gebetan lain disana?”
“Ya ampunnnnn… Kenapa kamu jadi jutek gitu? Aku kan sudah memberi tahu mu kalau hari ini ada musyawarah besar”.
“Tapi kok lama seklai?”
“Kamu ngga pernah ikut Mubes ya Hun (Panggilan sayang ku untuknya)?” Aku mulai kesal
“Kamu bohong ya??? Awas ya kalau kamu sampai macam-macam disana”.
“Kenapa sih kamu ngga pernah percaya aku? Aku muak! Kita putus aja.!” Telpon aku matikan.
Aku kembali keruang sidang dan tidak lagi focus mengikuti Mubes. Sepanjang musyawarah aku memikirkan “Nata”.
Nata memang orang yang sangat posesif, apalagi setalah kami LDR. Pekerjaan orang tuanya mengharuskan ia pindah. Tak hanya itu, kini tempat kuliah pun mengharuskan kami berada di profinsi yang berbeda.
Ternyata pacaran jarak jauh itu ribet, sangat menyusahkan apalagi untuk cowo-cowo seperti Nata. Hal ini bukan lagi kali pertama. Sudah empat bulan kita menjalani pacaran jarak jauh dan sejak empat bulan itu pula hubungan kami dipenuhi pertengkaran. Tak ada hari tanpa bertengkar. Aku muak, hal ini lah yang menyebabkanku bertingkah seperti ini.
Malam ini begitu digin, sedingin suasana hatiku. Aku melihat jam, sudah menunjukkan pukul 18.37 WIB. Dengan berat hati, aku menghidupan ponsel. Pemberitahuan datang bertubi-tubi. Ternyata Nata berusaha menghubungiku enampuluh eman kali. SMSnya membuatku kaget bukan main. Ia nekat menemuiku. Jarak tempatnya dengan kostanku adalah 8 jam perjalanan. Jika ia berangkat jam 2 siang tadi, harusnya jam sepuluh nanti dia sudah sampai disini.
Aku berusaha menelponnya, telponnya tidak aktif. Akupun mulai cemas. Aku tidak tahu ia akan tidur dimana.
Setengah sebelas, temanku menghubungiku. Ia mengatakan bahwa Nata didepan kost. Aku bingung, bagaimana aku menemuinya. Aku takut dimarahi ibu kost. Akhirnya aku menelpon Ilham, teman kampusku sekaligus teman kecil Nata dan memintanya untuk menemui Nata istirahat.
“Tolong bilang ke Nata, temui saja aku besok. Terimakasih Am”, Pintaku pada Ilham.
Kamis siang sepulang kuliah, aku menemui Nata dan ngobrol banyak dengannya.
“Emmmmp,,, Ngga tau mo mulai dari mana,,, Aku sayang kamu  dan aku juga tau kalau kamu itu sayang aku. Tapi, ngga tau kenapa aku ngga bisa menerima sikap kamu yang seperti ini, terlalu keras kepala, susah dibilangin. Harusnya kamu ngga melakukan ini jika memang kamu sayang sama aku, sayang sama orang tuamu, saynag sama dirimu sendiri. Befikir positiflah Hun. Ngga seharusnya juga kamu melakukan ini ke Orang tuamu Hun, kamu ngga memberi  tahu mereka kan kalau kamu kesini? Mungkin saat ini mereka mencemaskanmu.”
Nata masi saja diam tak bersuara.
“Aku sama sekali ngga berniat buat mengatur-ngatur hidup kamu, nyuruh kamu ini itu, Aku Cuma ngingatain. Ini demi kebaikan kamu juga. Buktikan kalau kamu itu mampu melakukan hal yang benar sayang. Jangan ikuti ego mu. Kamu sudah dewasa, sudah tau mana yang benar dan mana yang salah. Kurangi lah hal-hal negative pada dirimu.”
Dia mulai mengeluarkan rokok dari kantong celananya, mengambil sebatang dan nyaris menghidupkannya. Aku mengambil rokok itu dan mencampakkannya.
“Kurangilah merokok Hun. Oke, aku ngerti kalau ini susah untuk dilakukan. Tapi usahakanlah untuk menguranginya. Hentikan berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu.Kurangi aksi membolos”.
“Kok kamu kayak orang tua gitu sih? Aku jadi heran, kesambet apa sih kamu?”. Ia mulai berkomentar.
Aku tersenyum simpul, “Ntah Lah. Ngga memungkiri ya, akupun egois. Tapi aku tahu samapai batas mana yang ku lakukan. Aku melakukannya ngga seenakku seperti yang kamu lakukan. Kalau memang kamu ingin aku jadi yang terakhir untukmu, usahakanlah untuk bisa jadi yang terbaik. Sudahi keras kepala dan keegoisan untuk hal-hal yang tidak benar itu. Aku ngomong seperti ini karna aku sayang kamu. Memang terkesan seperti orang tua, tapi inilah adanya. Terus terang aku muak dengan tingkah lakumu. Kamu selalu saja menyalahkanku.”
“Iya sayang, maafkan aku.”
“Sekrang, kamu pulang lah, jangan bikin orang tuamu khawatir”. Aku menyuruhnya untuk pulang.
“Tapi Hun, aku masih kangen kamu”. Jawabnya.
“kaaaaaaaannnnnn,,,” Aku BT dan meninggalkannya.

Aku takut mamanya cemas. Maka, aku kirimkan pesan via email untuk sang mama. Sambil berjalan tanpa tujuan, aku mengetikkan pesannya.
Assalamuaikum tante,.
Langsung aja ya T, sebenernya aku khawatir dengan keadaan Nata. Aku masih belum mengerti, dia itu orang yang seperti apa.
Oya tante, aku mohon setelah tante baca pesan ini, tante ngga ngasih tau Nata kalau akulah yang membeberkan semuanya. Aku takut kalau nantinya Nata marah dan ngga mau lagi cerita.
Maafin Nata tante, hari ini dia menemuiku.
Aku kaget si Nata bisa senekad itu mendatangiku. Aku tahu ini salahku.
Kita memang ada masalah Tan,,, karna aku minta putus darinya. Habisnya aku kesal, dia ngga bisa ngertiin aku. Dengan sangat gampang dia berfikiran negative terhadapku. Kemaren aku subik mengikuti sidang musyawarah Besar. Tapi dia terus saja minta telponan. Mana bisa seperti itu Tan.. Ngga mungkinlah nelponnya setiap saat (hampir 24 jam). Aku juga mau bikin tugas, belajar, dan hangout bereng teman. Ngga mukin dong aktivitas seperti itu dilakukan sambil telponan. Sayangnya dia ngga bisa ngerti Tante.. L Ngga tau kenapa, dia ngga pernah bisa percaya aku. Terus terang, aku sebel banget.
Ya ampun Tan,, ngga taulah aku mesti ngomong apa. Aku sudah memintanynya untuk pulang tapi dianya ngga mau.
Nata masih saja mengikuti ku, kemana jalanku diikuti tapi dia tak mau mendahului. Aku berbalik
“Mau kamu apa sih Nat?!” ucapku sedikit berteriak.
“Aku hanya ingin kepastian dari kamu, hubungan kita ini gima? Kamu dari tadi sibuk aja. Ngetikin apa sih?” Jawab Nata
“Mau tau aja.!”
“Jutek amat!” balasnya.
“Kamu pengennya gimana?” Jawabku.
“Aku kangen hubungan kita dulu, kamu gimana?”. Ia balik bertanya.
“Makanya, berusahalah untuk berubah dan percaya aku sepenuhnya. Aku ingin kamu pulang!”.
Hening sejenak.
“Oya, aku sudah member tahu Mama kalau kamu kesini. Sekaramg pulanglah, ngga perlu buru-buru dan ugal-ugalan. Yang penting kamu selamat sampai kostanmu.” sambungku
“Sebenarnya sudah dari kemaren Mama menghubungiku. Mungkin ibu kost yang ngelapor ke Mama karna aku ngga pulang-pulang”. Kata Nata sambil nyengir.

“ Telpon dari Mama ku reject melulu”. Sambungnya
“ Sayang,,, makasi ya.. J Makasi juga udah ngasi tahu Mama. Aku pulang”. Ia tersenyum
“Oke, hati-hati Hun”. Kataku sembil membalas senyumannya.
Ups, apa kamu ngga mau nganterin aku dulu?
“Ngga!!! Mau diantar kemana coba. Dasar jaelangkung!”.
Kamipun cekikikan dan dia pulang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar