Siang ini begitu
panas, suasana didalampun sepanas cuaca diluar. Hari ini adalah hari Musyawarah
Besar di kampus kami. Aku megikutinya dengan hikmat. Memandang sekeliling dan
mengobservasi beberapa orang untuk mencari tahu watak dan bagaimana sikap
orang-orang yang ada didalam. Musyawarah yang begitu panjang, begitu rumit
untuk aku mengerti dan sangat mengherankan. Aku dengan asyiknya menikmati
perdebatan demi perdebatan. Sayang aku tak punya hak bicara, jadi aku hanya
diam dan memperhatikan.
Ditengah
keasyikanku mengamati, tiba-tiba ponselku bergetar. Tak ku hiraukan getaran
demi getaran yang merambat di pangkuannku. Hal ini terjadi beberapa kali.
Dengan malas dan merasa terganggu, akhirnya aku mengambilnya dari dalam tas.
Ternyata, itu telpon dari pacarku “Nata”.
“Izin keluar
pimpinan siding”. Pintaku sambil mengacungkan tangan.
Di luar, akupun
melepon “Nata”.
“Tuuuuutttt….
Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Tak ada jawaban.
Ku telpon kembali
“Tuuuuutttt….
Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Lagi-lagi tak ada jawaban.
“Tuuuuutttt….
Tuuuuutttt… Tuuuuttttt…. Tuuuuuttt”
Yeah, kali ini diangkat
“Halo sayang,
ada apa?”. Aku mengawali
“Kamu kemana aja
sih! Dari tadi aku telpon ngga ada jawaban. SMS ku pun tak direspon! Kamu
kenapa? Apa kamu punya gebetan lain disana?”
“Ya ampunnnnn…
Kenapa kamu jadi jutek gitu? Aku kan sudah memberi tahu mu kalau hari ini ada
musyawarah besar”.
“Tapi kok lama
seklai?”
“Kamu ngga pernah
ikut Mubes ya Hun (Panggilan sayang ku untuknya)?” Aku mulai kesal
“Kamu bohong
ya??? Awas ya kalau kamu sampai macam-macam disana”.
“Kenapa sih kamu
ngga pernah percaya aku? Aku muak! Kita putus aja.!” Telpon aku matikan.
Aku kembali
keruang sidang dan tidak lagi focus mengikuti Mubes. Sepanjang musyawarah aku
memikirkan “Nata”.
Nata memang
orang yang sangat posesif, apalagi setalah kami LDR. Pekerjaan orang tuanya
mengharuskan ia pindah. Tak hanya itu, kini tempat kuliah pun mengharuskan kami
berada di profinsi yang berbeda.
Ternyata pacaran
jarak jauh itu ribet, sangat menyusahkan apalagi untuk cowo-cowo seperti Nata.
Hal ini bukan lagi kali pertama. Sudah empat bulan kita menjalani pacaran jarak
jauh dan sejak empat bulan itu pula hubungan kami dipenuhi pertengkaran. Tak
ada hari tanpa bertengkar. Aku muak, hal ini lah yang menyebabkanku bertingkah
seperti ini.
Malam ini begitu
digin, sedingin suasana hatiku. Aku melihat jam, sudah menunjukkan pukul 18.37
WIB. Dengan berat hati, aku menghidupan ponsel. Pemberitahuan datang bertubi-tubi.
Ternyata Nata berusaha menghubungiku enampuluh eman kali. SMSnya membuatku
kaget bukan main. Ia nekat menemuiku. Jarak tempatnya dengan kostanku adalah 8
jam perjalanan. Jika ia berangkat jam 2 siang tadi, harusnya jam sepuluh nanti
dia sudah sampai disini.
Aku berusaha
menelponnya, telponnya tidak aktif. Akupun mulai cemas. Aku tidak tahu ia akan
tidur dimana.
Setengah
sebelas, temanku menghubungiku. Ia mengatakan bahwa Nata didepan kost. Aku
bingung, bagaimana aku menemuinya. Aku takut dimarahi ibu kost. Akhirnya aku
menelpon Ilham, teman kampusku sekaligus teman kecil Nata dan memintanya untuk
menemui Nata istirahat.
“Tolong bilang
ke Nata, temui saja aku besok. Terimakasih Am”, Pintaku pada Ilham.
Kamis siang
sepulang kuliah, aku menemui Nata dan ngobrol banyak dengannya.
“Emmmmp,,, Ngga
tau mo mulai dari mana,,, Aku sayang kamu
dan aku juga tau kalau kamu itu sayang aku. Tapi, ngga tau kenapa aku
ngga bisa menerima sikap kamu yang seperti ini, terlalu keras kepala, susah
dibilangin. Harusnya kamu ngga melakukan ini jika memang kamu sayang sama aku,
sayang sama orang tuamu, saynag sama dirimu sendiri. Befikir positiflah Hun.
Ngga seharusnya juga kamu melakukan ini ke Orang tuamu Hun, kamu ngga
memberi tahu mereka kan kalau kamu
kesini? Mungkin saat ini mereka mencemaskanmu.”
Nata masi saja
diam tak bersuara.
“Aku sama sekali
ngga berniat buat mengatur-ngatur hidup kamu, nyuruh kamu ini itu, Aku Cuma
ngingatain. Ini demi kebaikan kamu juga. Buktikan kalau kamu itu mampu
melakukan hal yang benar sayang. Jangan ikuti ego mu. Kamu sudah dewasa, sudah
tau mana yang benar dan mana yang salah. Kurangi lah hal-hal negative pada
dirimu.”
Dia mulai
mengeluarkan rokok dari kantong celananya, mengambil sebatang dan nyaris
menghidupkannya. Aku mengambil rokok itu dan mencampakkannya.
“Kurangilah
merokok Hun. Oke, aku ngerti kalau ini susah untuk dilakukan. Tapi usahakanlah
untuk menguranginya. Hentikan berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang untuk
hal-hal yang tidak perlu.Kurangi aksi membolos”.
“Kok kamu kayak
orang tua gitu sih? Aku jadi heran, kesambet apa sih kamu?”. Ia mulai
berkomentar.
Aku tersenyum
simpul, “Ntah Lah. Ngga memungkiri ya, akupun egois. Tapi aku tahu samapai
batas mana yang ku lakukan. Aku melakukannya ngga seenakku seperti yang kamu
lakukan. Kalau memang kamu ingin aku jadi yang terakhir untukmu, usahakanlah
untuk bisa jadi yang terbaik. Sudahi keras kepala dan keegoisan untuk hal-hal
yang tidak benar itu. Aku ngomong seperti ini karna aku sayang kamu. Memang
terkesan seperti orang tua, tapi inilah adanya. Terus terang aku muak dengan
tingkah lakumu. Kamu selalu saja menyalahkanku.”
“Iya sayang,
maafkan aku.”
“Sekrang, kamu
pulang lah, jangan bikin orang tuamu khawatir”. Aku menyuruhnya untuk pulang.
“Tapi Hun, aku
masih kangen kamu”. Jawabnya.
“kaaaaaaaannnnnn,,,”
Aku BT dan meninggalkannya.
Aku takut
mamanya cemas. Maka, aku kirimkan pesan via email untuk sang mama. Sambil
berjalan tanpa tujuan, aku mengetikkan pesannya.
Assalamuaikum
tante,.
Langsung aja ya T, sebenernya aku khawatir
dengan keadaan Nata. Aku masih belum mengerti, dia itu orang yang seperti apa.
Oya tante, aku mohon setelah tante baca
pesan ini, tante ngga ngasih tau Nata kalau akulah yang membeberkan semuanya.
Aku takut kalau nantinya Nata marah dan ngga mau lagi cerita.
Maafin Nata tante, hari ini dia menemuiku.
Aku kaget si Nata bisa senekad itu
mendatangiku. Aku tahu ini salahku.
Kita memang ada masalah Tan,,, karna aku
minta putus darinya. Habisnya aku kesal, dia ngga bisa ngertiin aku. Dengan
sangat gampang dia berfikiran negative terhadapku. Kemaren aku subik mengikuti
sidang musyawarah Besar. Tapi dia terus saja minta telponan. Mana bisa seperti
itu Tan.. Ngga mungkinlah nelponnya setiap saat (hampir 24 jam). Aku juga mau
bikin tugas, belajar, dan hangout bereng teman. Ngga mukin dong aktivitas
seperti itu dilakukan sambil telponan. Sayangnya dia ngga bisa ngerti Tante.. L
Ngga tau kenapa, dia ngga pernah bisa percaya aku. Terus terang, aku sebel
banget.
Ya ampun Tan,, ngga taulah aku mesti ngomong
apa. Aku sudah memintanynya untuk pulang tapi dianya ngga mau.
Nata masih saja
mengikuti ku, kemana jalanku diikuti tapi dia tak mau mendahului. Aku berbalik
“Mau kamu apa
sih Nat?!” ucapku sedikit berteriak.
“Aku hanya ingin
kepastian dari kamu, hubungan kita ini gima? Kamu dari tadi sibuk aja. Ngetikin
apa sih?” Jawab Nata
“Mau tau aja.!”
“Jutek amat!”
balasnya.
“Kamu pengennya
gimana?” Jawabku.
“Aku kangen
hubungan kita dulu, kamu gimana?”. Ia balik bertanya.
“Makanya,
berusahalah untuk berubah dan percaya aku sepenuhnya. Aku ingin kamu pulang!”.
Hening sejenak.
“Oya, aku sudah
member tahu Mama kalau kamu kesini. Sekaramg pulanglah, ngga perlu buru-buru
dan ugal-ugalan. Yang penting kamu selamat sampai kostanmu.” sambungku
“Sebenarnya
sudah dari kemaren Mama menghubungiku. Mungkin ibu kost yang ngelapor ke Mama karna
aku ngga pulang-pulang”. Kata Nata sambil nyengir.
“ Telpon dari Mama ku reject melulu”. Sambungnya
“ Sayang,,,
makasi ya.. J
Makasi juga udah ngasi tahu Mama. Aku pulang”. Ia tersenyum
“Oke, hati-hati
Hun”. Kataku sembil membalas senyumannya.
Ups, apa kamu
ngga mau nganterin aku dulu?
“Ngga!!! Mau
diantar kemana coba. Dasar jaelangkung!”.
Kamipun
cekikikan dan dia pulang…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar