TEORI ENVIROMENTAL (JHON LOCKE)
Locke merupakan salah satu dari dua pelopor besar dalam bidang psikologi
anak. Locke adalah bapak enviromentalisme dan teori belajar. Menurut pandanagan
enviromentalisme, anak-anak menjadi dewasa lantaran pengasuhan dan pendidikan
yang mereka terima. John Locke menyatakan bahwa anak-anak bukanlah baik dan
buruk secara bawaan-sebaliknya mereka sama sekali tidak memiliki bawaan apapun.
Jiwa anak-anak, kata Locke, merupakan sebuah tabula rasa, seperti kertas
kosong, sehingga apapun pikiran yang
muncul darinya hampir sepenuhnya muncul dari pembelajaran dan pengalaman
mereka.
Lingkungan dapat membentuk jiwa anak-anak melalui:
Ø
Proses asosiasi
Dua gagasan pasti selalu muncul bersama-sama serta teratur , sehingga
kita tidak dapat memikirkan yang satu tanpa serentak memikirkan yang lain.
Contonhya, jika seorang anak perempuan memiliki pengalaman buruk disuatu
ruangan, maka si anak tidak dapat memesukinya tanpa merasakan secara otomatis
perasaan negatif terhadap pengalaman itu.
Ø
Proses repetisi
Saat kita melalkukan sesuatuberkali-kali, menyikat gigi misalnya, maka
praktik ini akan menjadi kebiasaan alamiah, dan kita langsung merasa tidak
nyaman jika suatu saat gagal melakukannya.
Ø
Proses imitasi
Kita cenderung melakukan apa yang kita lihatdilakukan orang lain,sehingga
model yang ada mempengaruhi karakter kita. Jika sering kali melihat orang-orang
yang suka bertengkar, maka kita akan menjadi orang yang suka bertengkar;
apabila kita lebih akrab dengan pikiran –pikiran terhormat, kitapun akan
menjadi lebih terhormat nantinya.
Ø
Poses reward dan punishment
Locke menentang penggunaan hukuman fisik dan menentang penggunaan uang
atau mainan sebagai hadiah karena akan merusak tujuan pendidikan. Menurut
Locke, penghargaan terbaik adalah pujian dan sanjungan dan hukuman terburuk
adalah ketidak setujuan. Ketika anak-anak bertindak dengan baik, kita mesti
memuji mereka, membuat mereka merasa bangga; sebaliknya, waktu mereka bertindak
buruk kita hanya boleh memberinya tatapan dingin, membuat mereka merasa malu.
Anak-anak sangat sensitif terhadap persetujuan dan ketidak setujuan, khususnya
dari orang tua mereka dan orang-orang yang kepadanya mereka bergantung. Karena
itu kita dapat menggunakan reaksi-reaksi ini untuk menanamkan reaksi yang
rasional dan baik.
LAPORAN HASIL WAWANCARA
Hasil wawancara terkait reward and
punishment menurut teori enviromental Jhon Locke dilakukan pada sabtu, 4 Juni 2011 yang
dilakukan dengan mewawancarai tiga orang guru di Kota Solok.
Narasumber I
Nama :
FD
Umur :
46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :
Guru Kimia
Menekuni pekerjaan ini sejak : 23 tahun yang lalu
Pewawancara :“Dalam menggajar, metode pengajaran apa yang
Ibu pakai?”
Narasumber :“Dengan diskusi informasi berupa tanya jawab,
dengan eksperimen dan diskusi kelompok”
Pewawancara :”Biasanya yang sering Ibu gunakan, metode
yang mana?”
Narasumber :”Tergantung materi. Misalnya dalam
menentukan asan dan basa itu digunakan metode eksperimen”
Pewawancara :”Kalau mengenai reward and punishment,
biyasanya hukuman-hukuman berupa apa yang ibu berikan?”
Narasumber :”Emmmp,, apa ya? Ibu jarang ngasih hukuman
ke anak-anak.”
Pewawancara :”Kalu misalnya, ada yang tidak mengerjakan
tugas yang ibu berikan atau ada anak yang tidak mengerjakan PR, hukuman apa
yang Ibu berikan?”
Narasumber :”Kalau untuk tugas atau PR, pada umumnya
bikin semua. Soalnya Ibu jarang memberikan tugas yang banyak buat anak-anak.”
Pewawancara :”Kalau
ada yang ribut gimana Bu?”
Narasumber :”Kalau ribut ya, disuruh diam. Untuk
ngobrol yang dilakukan oleh 2 orang anak ibu kasih peringatan, tapi kalau ada
yang sudah dikasih peringatan dan dia tidak mengindahkan peringatan itu,
terpaksa ibu pindahkan saja tempat duduknya. Sedangkan untuk anak-anak yang
ributnya massal, byasanya Ibu diam sampai mereka selesai dan diam, setelah itu
baru ibu lanjutkan lagi menerangkannya.”
Pewawancara :”Kalau
yang diusir dan disuruh keluar kelas ada nggak bu?”
Narasumber :”Wach,,, kalu itu sich nggak ada. Ini kan
pelajarannya susah.Untuk anak yang mengikuti pelajaran aja nggak semuanya yang
bisa mengerti dengan baik, apa lagi kalau anak itu nggak diclass saat ibu
menerangkan.”
Pewawancara :“Kalau untuk reward, biyasanya ibu ngasih
apa?”
Narasumber :“Kalau ibu nggak pernah ngasih hadiah
gitu. Biyasanya ibu cuma bilang dengan ucapan “bagus” “pintar”. Itu aja”
Narasumber II
Nama :
ZY
Umur :
39 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :
Guru Bahasa Inggris
Menekuni pekerjaan ini sejak : 14 tahun yang lalu
Pewawancara :“Langsung aja ya bu, gimana sich bentuh
reward and punishment yang sering ibu kasih ke murid ibu?”
Narasumber :“Untuk reward, yang berupa benda sich
jarang. Paling Cuma ucapan dan kata-kata seprti “Good” “Excelent” “Awesome”.
Tapi untuk tugas berkelompok, itu rewardnya ibu kasih permen.”
Pewawancara :“Punishmentnya gimana bu?”
Narasumber :“Kalau kenakalan yang nggak bikin tugas,
saya suruh duduk didepan whiteboard selama jam pelajaran saya dan mengerjakan
tugas yang tidak dikerjakanya itu sempai selesai.”
Pewawancara :“Seberapa efektif hukuman yang seperti itu bu?”
Narasumber :“Untuk hukuman seperti itu, tingkat
efektifnya cuma lima puluh sampai tujuh puluh lima persen lah.”
Pewawancara :“Kalau murid yang ribut gimana bu?”
Narasumber :“Kalo class ribut sich, saya diam aja…
Ntar muridnya juga ikut diam. Ya… kayak dicuekin gitu lach.. Kalau yang ini
efektif,. hhe”
Narasumber III
Nama :
TP
Umur :
36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :
Guru Bahasa Indonesia
Menekuni pekerjaan ini sejak : 9 tahun yang lalu
Pewawancara :“Asyik bu, ngajar di MTsN?”
Narasumber :“Ya…. Lumayan lach dari pada ngajar di
SD.”
Pewawancara :“Emangnya ibu pernah ngajar di SD?”
Narasumber :“Pernah, waktu honor-honor dulu.”
Pewawancara :“Apa sich bu, suka dukanya ngajar di SD.”
Narasumber :“Di SD itu anaknya manja-manja, semuanya
ngadu. Pensil patah lach.. Si Anu jahat lah.. Pengen duduk didepan lah.. Ya..
pokoknya asyik dan lucu. Tapi cape. Hhe”
Pewawancara :“Untuk hukuman dan ganjaran, biyasanya bentuk
hukuman apa yang ibu berikan?”
Narasumber :“Kalau seandainya anak-anak nggak bikin
tugas, biyasanya mereka saya suruh mengerjakan tugas itu dan tugasnya ditambah
lagi, sedangkan untuk anak-anak yang ribut biyasanya saya diemin aja. Satu
lagi, saya juga enang membandingkan dengan anak yang baik. Misalnya : Contoh
lah Dian, dia rapi, tenang, nggak suka ngobrol”
Pewawancara :“Kalau rewardnya gimana bu?”
Narasumber :“Untuk reward, ya.. paling dikasih permen.
Ini sich untuk kelompok. Nanti kelompok mana yang paling banyak dapat permen
itu lah kelompok yang menang dan dapat nilai plus dari saya.”
SIMPULAN
Terkait reward dan
punishment, sesuai teori Jhon Locke, memang benar kalu hukuman fisik itu tidak
lah efektif, lagian pemerintahpun sudah tidak membenarkan adanya hukuman fisik
yang dilakukan oleh guru kepada murid. Selain itu, penggunaan hukuman fisik
akan menghasilkan asosiasi-asosiasi yang tidak diinginkan. Contohnya, anak-anak
yang sering dicambuk atau dipukul tidak akan bisa melihat buku-buku, guru-guru atau
apapun yang berkaitan dengan sekolah tanpa mengalami rasa takut atau marah.
Untuk reward, dari hasil
wawancara, sepertinya pemberian hadiah cukup efektif untuk menambah semangat
dan memicu anak untuk rajin belajar. Tapi hal ini bertentangan dengan teori
Jhon locke yang menyatakan kalau pemberian hadiah, uang atau manisan tidak baik
karena akan merusak tujuan pendidikan. Memang benar, kalau pemberian hadiah
seperti ini akan merusak tujuan pendidikan dan akan mendorong anak
untukmenemukan kebahagiaan dalam hal lain. Mereka jadi tidak melakukan sesuatu
karena keinginan sendiri, tetapi karena ingin mendapatkan hadiah. Jadi,
berikanlah pujian kepada anak-anak yang telah melakukan hal baik, karena itu
dapat menambah semangatnya untuk lebih meningkatkan perilaku baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar