TEORI ETHOLOGI
Pandangan
Ethologis mengenai kelekatan anak :
Ø
Teori Bowlby
Bowlby dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku
hewan. Menurut teori Etologi tingkah laku lekat pada anak manusia diprogram
secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya
ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis
dipersiapkan untuk saling meresponperilaku.Bowlby percaya bahwa perilaku awal
sudah diprogam secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan
akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini
akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan
untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon
biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan
kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment). Teori etologi juga
menggunakan istilah “Psychological Bonding” yaitu hubungan atau ikatan
psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama sepanjang rentang hidup dan
berkonotasi dengan kehidupan sosial. Bowlby menyatakan bahwa kita dapat
memahami tingkah laku manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya
yaitu : lingkungan dasar tempat berkembang. Dalam kehidupannya seringkali
manusia menghadapi ancaman, untuk mendapat perlindungan, anak-anak memerlukan
mekanisme untuk menjaga mereka dan dekat dengan orangtuanya dengan kata lain
mereka harus mengembangkan tingkah laku kelekatan (attachment).
Fase-fase kelekatan :
1. Lahir sampai 3 bulan (respon tak terpilah kepada manusia),
2. 3 sampai 6 bulan (fokus pada orang-orang yang dikenal),
3. 6 bulan sampai 3 tahun (kemelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif),
4. 3 tahun sampai akhir masa kanak-kanak (tingkah laku persahabatan)
Kelekatan anak mengikuti arah yang serupa dengan proses pencetakan
(imprinting) pada hewan. Pencetakan adalah proses dimana hewan belajar stimuli
pemicu untuk melepaskan insting-insting sosial mereka.Pada manusia, kita dapat
mengamati proses serupa, meskipun berkembang sangat lambat. Selama
minggu-minggu pertama hidupnya bayi tidak bisa secara aktif mengikuti objek
lewat keinginan mereka sendiri melainkan hanya melakukan respon sosial langsung
kepada orang-orang. Namun, sejak usia 3 bulan mereka mulai mempersempit
kemelekatan mereka hanya kepada beberapa orang, dan akhirnya pada satu orang
saja.
Ø
Pola-pola kelekatan menurut Mary Ainsworth
Menurut Ainsworth hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi
dengan pengasuh ditahun-tahun awal kehidupannya. Intinya adalah kepekaan ibu
dalam memberikan respon atas sinyal yang diberikan bayi, sesegera mungkin atau
menunda, respon yang diberikan tepat atau tidak.
Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat
afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti
khusus. Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman
walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak
telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia
sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya
pada orang lain. Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada
serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut.
Dalam hal ini Ainsworth bersama rekannya mengamati kemunculan tiga pola dasar :
1. bayi-bayi yang tetap merasa aman,
bayi yang akan merasa aman dan akan mengeksplorasi ruangan bermain selama ibunya tetap berada disampingnya.
2. bayi-bayi yang tidak merasa aman
dan ingin menghindar,
bayi yang
menunjukkan pola ini terlihat cukup independen selama menjalani situasi asing.
Segera setelah melihat ruangan bermain langsung mengeksplorasi mainan yang ada.
3. bayi-bayi yang tidak merasa aman namun bersikap ambivalen,
3. bayi-bayi yang tidak merasa aman namun bersikap ambivalen,
dalam situasi asing, bayi-bayi
model ini begitu lengket dengan ibunya kemanapun ibunya pergi dan tidak mau
mengeksplorasi ruang bermain.
Anak yang memiliki orang tua yang mencintai dan dapat memenuhi
kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan
pada rasa percaya (trust). Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan
model yang paralel dalam dirinya.
Anak dengan orang tua yang mencintai akan memandang dirinya “berharga”.
Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orang tua pada orang
lain, misalnya pada guru dan teman sebaya. Anak akan berpendapat bahwa guru dan
teman adalah orang yang dapat dipercaya. Sebaliknya anak yang memiliki pengasuh
yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh
sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial.
LAPORAN HASIL WAWANCARA
Wawancara
terkait teori ethologi dilakukan dengan mewawancarai 6 orang anak,dimana tiga
orang anak dari kecilnya tinggal bersama orang tua dan tiga orang anak lagi
merupakan anak-anak yang tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Wawancara
ini dilakukan pada Sabtu, 4 Juni 2011.
Narasumber : Anak yang tinggal dengan orang
tua
Narasumber I
Nama :
DA
Umur :
15 Tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Pelajar
Anak ke :
2 dari 2 bersaudara
Pewawancara :“Seberapa deket D ama Orang Tua?”
Narasumber :“Cukup
deket lach…”
Pewawancara :“Deketan yang mana, orang tua laki-laki atau
perempuan?”
Narasumber :“Lebih deket ama mami, saolnya papa kerja.
Paling ketemu papa pagi dan sore aja.”
Pewawancara :“Oke,Menurut D, asyik nggak tnggal ma
Ortu?”
Narasumber :“Kurang”
Pewawancara :“Kenapa?”
Narasumber :“Terlalu dikekang”
Pewawancara :“Dikekang kayak gimana?”
Narasumber :“Mami itu over protec mbak… terlalu gimana
gitu. Main sama temen aja jarang-jarang. Paling sering itu temen D yang
main kesini. Masa anak laki-laki mainnya dirumah aja.”
Pewawancara :“Tapi itu kan demi kebaikan D juga?”
Narasumber :“Iya juga sich mbak… tapi terlalu over
lach menurut D. D jadi kurang banyak teman dan kurang bergaul.”
Pewawancara :“Kalau disuruh pilih, pengennya tinggal sama
ortu atau tinggal sendiri-kayak ngekost gitu?”
Narasumber :“Tinggal sama orang tua lach mbak?”
Pewawancara :“Lha.. kenapa? Katanya kalau tinggal sama
ortu suka dikekang.”
Narasumber :“Ya,, tinggal sama orang tua tapi nggak
terlalu dikekang mbak, soalnya kalau tinggal sama orang tua, duit jajan lancar.
Lagian kalau tinggal sama ortu kan tinggal beres aja lagi. Hhe.”
Pewawancara :“Menurut D, apa sich suka-dukanya tinggal
sama orang tua?”
Narasumber :“Sukanya, kalau makan disiapin, tinggal
makan aja. Duit jajan oke. Pokoknya gethoo lach… g asyiknya ya itu.. terlalu
over mbak.”
Narasumber II
Nama :
SP
Umur :
15 Tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Pelajar
Anak ke :
2 dari 2 bersaudara
Pewawancara :“Seberapa deket sich P sama Bapak dan Ibu?”
Narasumber :“Cukup
dekat lach”
Pewawancara :“Asyik nggak tinggal sama Ortu?”
Narasumber :”Asyik kok, bisa bantu-bantu ibu, bisa
minta-minta uang jajan dengan bebas.”
Pewawancara :“Suka-duka tinggal sama ortu apa?”
Narasumber :”Emmp… banyak nggak boleh ngapa-ngapain.
Contonhya; kaya nggak boleh pergi main jauh-jauh barenk temen. Misalnya ada
temen Puja yang ngajak main ke Danau Singkarak atau Kebun The, pasti nggak
dapat izin sama ibu. Kata ibu; ibu takut terjadi sesuatu sama P
Pewawancara :“Nggak risih P kayak gitu? Dampak yang
P rasain apa?”
Narasumber :”Nggak kok mbak, P enjoy aja. Toh
dirumah P bisa main game, baca komik, ngenet. Lagian kalau ikut temen
rasanya hura-hura aja, ngabisin duit, lagian bawa motornya pasti mereka
ugal-ugalan. Untuk dampak sich nggak ada, P cukup seneng walaupun P jarang main sama temen kalu udah pulang kerumah”
Pewawancara :”Trus, kalu disekolah gimana, nggak dikucilin
gitu sama temen?”
Narasumber :”Nggak
tuch, disekolah juga enjoy aja main sama temen.”
Pewawancara :“Kalau disuruh milih, penggen tinggal sama
ortu or tinggal sendiri?”
Narasumber :”Sama
ortu donk.”
Narasumber III
Nama :
CH
Umur :
18 Tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekerjaan :
Mahasiswi
Anak ke :
1 dari 2 bersaudara
Pewawancara :“Seberapa dekat sich adek sama ortu?”
Narasumber :”Deket
bangaet ne ha.. Bisa curhat sama mami, pokoknya deket dech”
Pewawancara :“Hmmm.. berarti asyik donk tinggal sama
ortu?”
Narasumber :”Yapz,,
asyik banget. Ada yang ngurusin, ada yang jagain.”
Pewawancara :“Menurut adek, mami itu gimana sich?”
Narasumber :”Mami? Emp.. baik, perhatian walaupun
sedikit over protect, tapi ini kan demi kebaikan adek juga”
Pewawancara :”Protectnya itu kayak gimana?”
Narasumber :”Kemana-mana mami mesti tau, mesti ngasih
kabar setiap saat, jarang boleh keluar.”
Pewawancara :’Lha,,, itu kan wajar. Trus, dampak yang adek
rasain apa?”
Narasumber :”Jadi
kurang sosialisasi dan kurang mengenal dunia luar.”
Narasumber : Anak yang tidak tinggal dengan
orang tua
Narasumber I
Nama :
RF
Umur :
19 Tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Pekerjaan :
Mahasiswa
Anak ke :
1 dari 4 bersaudara
Pewawancara :”Sejak kapan kamu mulai nggak tinggal ma ortu?”
Narasumber :”Sejak
TK, kira-kira umur 6 tahun”
Pewawancara :”Kenapa kamu nggak tinggal sma ortu, kemauan
sendiri atau gimana?”
Narasumber :”Emank kemauan sendiri, Seingat aku waktu
itu mama bilang “ikut mama yuk”, trus aku jawab nggak ach, R tinggal sama
nenek aja.”
Pewawancara :“Apa nggak keberatan mamanya?”
Narasumber :”Nggak
tuch, buktinya aku tinggal sama nenek”
Pewawancara :”Trus, mulai tinggal sma ortu lagi kapan?”
Narasumber :”Waktu
baru masuk SMA, kira-kira umur 16 tahun.”
Pewawancara :”Enak mana, tinggal sma nenek or ortu?”
Narasumber :”Enak
sama nenek”
Pewawancara :”Kenapa?”
Narasumber :”Nggak
tau juga kenapa, rasanya aku lebih deket sama nenek dech”
Pewawancara :”Ada rasa cangggung nggak, waktu tinggal sama
orang tua lagi?”
Narasumber :”Adal
lah… suasana baru, orang baru.”
Pewawancara :”Waktu ditempat nenek, komunikasi sama orang
tua gimana? G sering kangen sama mama?”
Narasumber :”Jarang-jarang, paling mama nelpon aja.
Kalau ketemu, mungkin setahun sekali aja. Kalo soal kangen sich,, biasa aja.”
Pewawancara :”Punya rasa minder nggak sama temen ,
misalnya waktu pengembilan rapor yang ngambilin itu nenek, bukan mama kamu?”
Narasumber :”Nggak
ada”
Pewawancara :”Apa sich suka dukanya tinggal sama nenek dan
sama ortu?”
Narasumber :”Kalau sama nenek enak.. dimanja gethoo,
srasa jadi anak tunggal. Tapi uang jajan dikit. Kalau sama ortu g asyik,,
disuruh jaga adek lach, dimarah-marahin, disuruh ini itu. Nyebelin, tapi
asyiknya, apa yang aku pengen dikasih, pengen motor dapet, pngen laptop juga
dikasih, duit jajan pun lancar. Hhe”
Pewawancara :”Sayang mana, nenek pa ortu ?”
Narasumber :”nenek
dan ortu, tapi lebih sayang dan lebih deket sama nenek”
Narasumber II
Nama :
SP
Umur :
14 Tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekerjaan :
Pelajar
Anak ke :
1 (tunggal)
Pewawancara :”Sejak kapan nggak tinggal sama ortu?”
Narasumber :”Sejak
kecil, dari bayi.”
Pewawancara :”Sekarang tinggal sama siapa?”
Narasumber :”Nenek
dan Bunda (adek mama)”
Pewawancara :”Kenapa nggak tinggal sama mama?”
Narasumber :”Nggak
tau”
Pewawancara :”Ketemu mama gimana?”
Narasumber :”Nggak
nentu dan jarang banget”
Pewawancara :”Áda Rasa kangen nggak sama mama?”
Narasumber :”Emp,,
biasa aja. Ketemu mama aja jarang, gimana mo kangen”
Pewawancara :”Punya rasa minder nggak sama temen-temen
yang tinggal sama mamanya?”
Narasumber :”Ada sich,, sedih rasanya nggak bisa
curhat sama mama. Tapi S seneng masih ada
yang jaga dan ngerawat S.”
Pewawancara :”berarti, kalau apa-apanya itu, ngadunya sama
nenek ya?”
Narasumber :”iya”
Pewawancara :”Kalau ketemu mama, ada rasa canggung dan
aneh nggak?”
Narasumber :”Ada,
beda aaja rasanya. Nggak enak gimana githu.”
Pewawancara :”Berarti, dari kecil S emang deketnya
sama nenek aja y?”
Narasumber :”iya
Narasumber III
Nama :
NE
Umur :
14 Tahun
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekerjaan :
Pelajar
Anak ke :
1 dari 4 bersaudara
Pewawancara :”Sejak kapan N mulai tinggal sama tente?”
Narasumber :”Sejak
kecil, kira-kira baru masuk TK
Pewawancara :”Kenapa milih tinggal sama tante?”
Narasumber :”Sebenernya
pengen tinggal sama ortu, tapi keadaan
nggak memungkinkan. Kalau disini kan tante
yang nyekolahin”
Pewawancara :”Kalau soal kedekatan, lebih dekat mana,
tante apa ortu?”
Narasumber :”Lebih
dekat sama tante”
Pewawancara :”Lebih enak tinggal sama tante atau sama
ortu?”
Narasumber :”Tinggal sama tante, soalnya tante yang
ngasih duit jajan. Sayang pun juga lebih sayang sama tante”
Pewawancara :”N nggak minder sama teman-teman, misalnya
waktu ngambil rapor yang ngambilin itu tante?”
Narasumber :”Minder sich ada, tapi nggak terlalu.
Lagian N nggak terbuka sama temen-temen. Disekolah mach biyasa aja”
Pewawancara :”Disekolah dapat ranking 10 besar kan?”
Narasumber :”Alhamdullillah
mbak”
Pewawancara :”Komunikasi sama mama gimana?”
Narasumber :”Kadang-kadang lewat telpon, atau N yang
ke Peken Baru sendiri naik Bus”
Pewawancara :”Trus, ke Pekan Barunya kapan aja?”
Narasumber :”Waktu
libur aja”
Pewawancara :”Suka-duka tinggal sama tante apa?”
Narasumber :”Nggak bebas, nggak bisa main kemana-mana.
Trus N bantu-bantu tante kayak nyuci piring dan nyuci kain. Trus jaga warung.
Kadang-kadang susah juga belajar sambil jaga warung, soalnya banyak gangguan gitu.”
SIMPULAN
Teori ethologi ini, menekankan pada
kelekatan. Dari hasil wawancara dapat penulis simpulkan bahwa kelekatan ini
dimulai saat anak kecil dan dengan figur mana ia dekat. Anak-anak itu umumnya
dengan pengasuhnya. Dilihat dari awal kehidupannya, dengan siapa ia dekat.
Seperti Rizky yang memang dari kecil
sudah tinggal dengan nenek, sampai orang tuanya pindah karena tugas. Dia tetap
ingin tinggal dengan neneknya dan membiarkan orang tuanya jauh dari dia atas
kemauannya sendiri. Dari sini jelas lah kalau Rizky itu membentuk kemelekatan
dengan neneknya. Begitu juga dengan Narasumber lain.
Sedangkan untuk anak-anak yang
memang dari kecilnya sudah bersama dengan orang tua, mereka akan takut dan
tidak mau jauh dari orang tua. Karena mereka sudah membentuk kemelekatan yang
erat dengan orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar