Senin, 23 Juli 2012

Teori Ethologi


TEORI  ETHOLOGI
Pandangan Ethologis mengenai kelekatan anak :

Ø  Teori Bowlby
Bowlby dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi tingkah laku lekat pada anak manusia diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling meresponperilaku.Bowlby percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment). Teori etologi juga menggunakan istilah “Psychological Bonding” yaitu hubungan atau ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama sepanjang rentang hidup dan berkonotasi dengan kehidupan sosial. Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar tempat berkembang. Dalam kehidupannya seringkali manusia menghadapi ancaman, untuk mendapat perlindungan, anak-anak memerlukan mekanisme untuk menjaga mereka dan dekat dengan orangtuanya dengan kata lain mereka harus mengembangkan tingkah laku kelekatan (attachment).

Fase-fase kelekatan :
1. Lahir sampai 3 bulan (respon tak terpilah kepada manusia),
2. 3 sampai 6 bulan (fokus pada orang-orang yang dikenal),
3. 6 bulan sampai 3 tahun (kemelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif),
4. 3 tahun sampai akhir masa kanak-kanak (tingkah laku persahabatan)
Kelekatan anak mengikuti arah yang serupa dengan proses pencetakan (imprinting) pada hewan. Pencetakan adalah proses dimana hewan belajar stimuli pemicu untuk melepaskan insting-insting sosial mereka.Pada manusia, kita dapat mengamati proses serupa, meskipun berkembang sangat lambat. Selama minggu-minggu pertama hidupnya bayi tidak bisa secara aktif mengikuti objek lewat keinginan mereka sendiri melainkan hanya melakukan respon sosial langsung kepada orang-orang. Namun, sejak usia 3 bulan mereka mulai mempersempit kemelekatan mereka hanya kepada beberapa orang, dan akhirnya pada satu orang saja.
Ø  Pola-pola kelekatan menurut Mary Ainsworth
Menurut Ainsworth hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh ditahun-tahun awal kehidupannya. Intinya adalah kepekaan ibu dalam memberikan respon atas sinyal yang diberikan bayi, sesegera mungkin atau menunda, respon yang diberikan tepat atau tidak.
Kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus. Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain. Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah. Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan tersebut.

Dalam hal ini Ainsworth bersama rekannya mengamati kemunculan tiga pola dasar :
1. bayi-bayi yang tetap merasa aman,
bayi yang akan merasa aman dan akan mengeksplorasi ruangan bermain selama ibunya tetap berada disampingnya.
2. bayi-bayi yang tidak merasa aman dan ingin menghindar,
bayi yang menunjukkan pola ini terlihat cukup independen selama menjalani situasi asing. Segera setelah melihat ruangan bermain langsung mengeksplorasi mainan yang ada.
3. bayi-bayi yang tidak merasa aman namun bersikap ambivalen,
dalam situasi asing, bayi-bayi model ini begitu lengket dengan ibunya kemanapun ibunya pergi dan tidak mau mengeksplorasi ruang bermain.

Anak yang memiliki orang tua yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust). Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan model yang paralel dalam dirinya.
Anak dengan orang tua yang mencintai akan memandang dirinya “berharga”. Model ini selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari orang tua pada orang lain, misalnya pada guru dan teman sebaya. Anak akan berpendapat bahwa guru dan teman adalah orang yang dapat dipercaya. Sebaliknya anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebagai anak yang pencemas dan kurang mampu menjalin hubungan sosial.

LAPORAN HASIL WAWANCARA
            Wawancara terkait teori ethologi dilakukan dengan mewawancarai 6 orang anak,dimana tiga orang anak dari kecilnya tinggal bersama orang tua dan tiga orang anak lagi merupakan anak-anak yang tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Wawancara ini dilakukan pada Sabtu, 4 Juni 2011.

Narasumber : Anak yang tinggal dengan orang tua
Narasumber I
Nama                           : DA
Umur                           : 15 Tahun
Jenis Kelamin               : Laki-laki
Pekerjaan                     : Pelajar
Anak ke                       : 2 dari 2 bersaudara

Pewawancara  :“Seberapa deket D ama Orang Tua?”
Narasumber     :“Cukup deket lach…”
Pewawancara  :“Deketan yang mana, orang tua laki-laki atau perempuan?”
Narasumber     :“Lebih deket ama mami, saolnya papa kerja. Paling ketemu papa pagi dan sore aja.”
Pewawancara  :“Oke,Menurut D, asyik nggak tnggal ma Ortu?”
Narasumber     :“Kurang”
Pewawancara  :“Kenapa?”
Narasumber     :“Terlalu dikekang”
Pewawancara  :“Dikekang kayak gimana?”
Narasumber    :“Mami itu over protec mbak… terlalu gimana gitu. Main sama temen aja jarang-jarang. Paling sering itu temen D yang main kesini. Masa anak laki-laki mainnya dirumah aja.”
Pewawancara  :“Tapi itu kan demi kebaikan D juga?”
Narasumber     :“Iya juga sich mbak… tapi terlalu over lach menurut D. D jadi kurang banyak teman dan kurang bergaul.”
Pewawancara  :“Kalau disuruh pilih, pengennya tinggal sama ortu atau tinggal sendiri-kayak ngekost gitu?”
Narasumber     :“Tinggal sama orang tua lach mbak?”
Pewawancara  :“Lha.. kenapa? Katanya kalau tinggal sama ortu suka dikekang.”
Narasumber     :“Ya,, tinggal sama orang tua tapi nggak terlalu dikekang mbak, soalnya kalau tinggal sama orang tua, duit jajan lancar. Lagian kalau tinggal sama ortu kan tinggal beres aja lagi. Hhe.”
Pewawancara  :“Menurut D, apa sich suka-dukanya tinggal sama orang tua?”
Narasumber     :“Sukanya, kalau makan disiapin, tinggal makan aja. Duit jajan oke. Pokoknya gethoo lach… g asyiknya ya itu.. terlalu over mbak.”

Narasumber II
Nama                           : SP
Umur                           : 15 Tahun
Jenis Kelamin               : Laki-laki
Pekerjaan                     : Pelajar
Anak ke                       : 2 dari 2 bersaudara

Pewawancara  :“Seberapa deket sich P sama Bapak dan Ibu?”
Narasumber     :“Cukup dekat lach”
Pewawancara  :“Asyik nggak tinggal sama Ortu?”
Narasumber     :”Asyik kok, bisa bantu-bantu ibu, bisa minta-minta uang jajan dengan bebas.”
Pewawancara  :“Suka-duka tinggal sama ortu apa?”
Narasumber     :”Emmp… banyak nggak boleh ngapa-ngapain. Contonhya; kaya nggak boleh pergi main jauh-jauh barenk temen. Misalnya ada temen Puja yang ngajak main ke Danau Singkarak atau Kebun The, pasti nggak dapat izin sama ibu. Kata ibu; ibu takut terjadi sesuatu sama P
Pewawancara  :“Nggak risih P kayak gitu? Dampak yang P rasain apa?”
Narasumber     :”Nggak kok mbak, P enjoy aja. Toh dirumah P bisa main game, baca komik, ngenet. Lagian kalau ikut temen rasanya hura-hura aja, ngabisin duit, lagian bawa motornya pasti mereka ugal-ugalan. Untuk dampak sich nggak ada, P cukup seneng walaupun P jarang main sama temen kalu udah pulang kerumah”
Pewawancara  :”Trus, kalu disekolah gimana, nggak dikucilin gitu sama temen?”
Narasumber     :”Nggak tuch, disekolah juga enjoy aja main sama temen.”
Pewawancara  :“Kalau disuruh milih, penggen tinggal sama ortu or tinggal sendiri?”
Narasumber     :”Sama ortu donk.”

Narasumber III
Nama                           : CH
Umur                           : 18 Tahun
Jenis Kelamin               : Perempuan
Pekerjaan                     : Mahasiswi
Anak ke                       : 1 dari 2 bersaudara
Pewawancara  :“Seberapa dekat sich adek sama ortu?”
Narasumber     :”Deket bangaet ne ha.. Bisa curhat sama mami, pokoknya deket dech”
Pewawancara  :“Hmmm.. berarti asyik donk tinggal sama ortu?”
Narasumber     :”Yapz,, asyik banget. Ada yang ngurusin, ada yang jagain.”
Pewawancara  :“Menurut adek, mami itu gimana sich?”
Narasumber     :”Mami? Emp.. baik, perhatian walaupun sedikit over protect, tapi ini kan demi kebaikan adek juga”
Pewawancara  :”Protectnya itu kayak gimana?”
Narasumber     :”Kemana-mana mami mesti tau, mesti ngasih kabar setiap saat, jarang boleh keluar.”
Pewawancara  :’Lha,,, itu kan wajar. Trus, dampak yang adek rasain apa?”
Narasumber     :”Jadi kurang sosialisasi dan kurang mengenal dunia luar.”

Narasumber : Anak yang tidak tinggal dengan orang tua

Narasumber I
Nama                           : RF
Umur                           : 19 Tahun
Jenis Kelamin               : Laki-laki
Pekerjaan                     : Mahasiswa
Anak ke                       : 1 dari 4 bersaudara
Pewawancara  :”Sejak kapan kamu mulai nggak tinggal ma ortu?”
Narasumber     :”Sejak TK, kira-kira umur 6 tahun”
Pewawancara  :”Kenapa kamu nggak tinggal sma ortu, kemauan sendiri atau gimana?”
Narasumber     :”Emank kemauan sendiri, Seingat aku waktu itu mama bilang “ikut mama yuk”, trus aku jawab nggak ach, R tinggal sama nenek aja.”
Pewawancara  :“Apa nggak keberatan mamanya?”
Narasumber     :”Nggak tuch, buktinya aku tinggal sama nenek”
Pewawancara  :”Trus, mulai tinggal sma ortu lagi kapan?”
Narasumber     :”Waktu baru masuk SMA, kira-kira umur 16 tahun.”
Pewawancara  :”Enak mana, tinggal sma nenek or ortu?”
Narasumber     :”Enak sama nenek”
Pewawancara  :”Kenapa?”
Narasumber     :”Nggak tau juga kenapa, rasanya aku lebih deket sama nenek dech”
Pewawancara  :”Ada rasa cangggung nggak, waktu tinggal sama orang tua lagi?”
Narasumber     :”Adal lah… suasana baru, orang baru.”
Pewawancara  :”Waktu ditempat nenek, komunikasi sama orang tua gimana? G sering kangen sama mama?”
Narasumber     :”Jarang-jarang, paling mama nelpon aja. Kalau ketemu, mungkin setahun sekali aja. Kalo soal kangen sich,, biasa aja.”
Pewawancara  :”Punya rasa minder nggak sama temen , misalnya waktu pengembilan rapor yang ngambilin itu nenek, bukan mama kamu?”
Narasumber     :”Nggak ada”
Pewawancara  :”Apa sich suka dukanya tinggal sama nenek dan sama ortu?”
Narasumber     :”Kalau sama nenek enak.. dimanja gethoo, srasa jadi anak tunggal. Tapi uang jajan dikit. Kalau sama ortu g asyik,, disuruh jaga adek lach, dimarah-marahin, disuruh ini itu. Nyebelin, tapi asyiknya, apa yang aku pengen dikasih, pengen motor dapet, pngen laptop juga dikasih, duit jajan pun lancar. Hhe”
Pewawancara  :”Sayang mana, nenek pa ortu ?”
Narasumber     :”nenek dan ortu, tapi lebih sayang dan lebih deket sama nenek”

Narasumber II
Nama                           : SP
Umur                           : 14 Tahun
Jenis Kelamin               : Perempuan
Pekerjaan                     : Pelajar
Anak ke                       : 1 (tunggal)

Pewawancara  :”Sejak kapan nggak tinggal sama ortu?”
Narasumber     :”Sejak kecil, dari bayi.”
Pewawancara  :”Sekarang tinggal sama siapa?”
Narasumber     :”Nenek dan Bunda (adek mama)”
Pewawancara  :”Kenapa nggak tinggal sama mama?”
Narasumber     :”Nggak tau”
Pewawancara  :”Ketemu mama gimana?”
Narasumber     :”Nggak nentu dan jarang banget”
Pewawancara  :”Áda Rasa kangen nggak sama mama?”
Narasumber     :”Emp,, biasa aja. Ketemu mama aja jarang, gimana mo kangen”
Pewawancara  :”Punya rasa minder nggak sama temen-temen yang tinggal sama mamanya?”
Narasumber     :”Ada sich,, sedih rasanya nggak bisa curhat sama mama. Tapi S seneng masih ada  yang jaga dan ngerawat S.”
Pewawancara  :”berarti, kalau apa-apanya itu, ngadunya sama nenek ya?”
Narasumber     :”iya”
Pewawancara  :”Kalau ketemu mama, ada rasa canggung dan aneh nggak?”
Narasumber     :”Ada, beda aaja rasanya. Nggak enak gimana githu.”
Pewawancara  :”Berarti, dari kecil S emang deketnya sama nenek aja y?”
Narasumber     :”iya

Narasumber III
Nama                           : NE
Umur                           : 14 Tahun
Jenis Kelamin               : Perempuan
Pekerjaan                     : Pelajar
Anak ke                       : 1 dari 4 bersaudara

Pewawancara  :”Sejak kapan N mulai tinggal sama tente?”
Narasumber     :”Sejak kecil, kira-kira baru masuk TK
Pewawancara  :”Kenapa milih tinggal sama tante?”
Narasumber     :”Sebenernya pengen tinggal sama ortu, tapi keadaan
 nggak memungkinkan. Kalau disini kan tante yang nyekolahin”
Pewawancara  :”Kalau soal kedekatan, lebih dekat mana, tante apa ortu?”
Narasumber     :”Lebih dekat sama tante”
Pewawancara  :”Lebih enak tinggal sama tante atau sama ortu?”
Narasumber     :”Tinggal sama tante, soalnya tante yang ngasih duit jajan. Sayang pun juga lebih sayang sama tante”
Pewawancara  :”N nggak minder sama teman-teman, misalnya waktu ngambil rapor yang ngambilin itu tante?”
Narasumber     :”Minder sich ada, tapi nggak terlalu. Lagian N nggak terbuka sama temen-temen. Disekolah mach biyasa aja”
Pewawancara  :”Disekolah dapat ranking 10 besar kan?”
Narasumber     :”Alhamdullillah mbak”
Pewawancara  :”Komunikasi sama mama gimana?”
Narasumber     :”Kadang-kadang lewat telpon, atau N yang ke Peken Baru sendiri naik Bus”
Pewawancara  :”Trus, ke Pekan Barunya kapan aja?”
Narasumber     :”Waktu libur aja”
Pewawancara  :”Suka-duka tinggal sama tante apa?”
Narasumber     :”Nggak bebas, nggak bisa main kemana-mana. Trus N bantu-bantu tante kayak nyuci piring dan nyuci kain. Trus jaga warung. Kadang-kadang susah juga belajar sambil jaga warung, soalnya banyak gangguan gitu.”

SIMPULAN
            Teori ethologi ini, menekankan pada kelekatan. Dari hasil wawancara dapat penulis simpulkan bahwa kelekatan ini dimulai saat anak kecil dan dengan figur mana ia dekat. Anak-anak itu umumnya dengan pengasuhnya. Dilihat dari awal kehidupannya, dengan siapa ia dekat.
            Seperti Rizky yang memang dari kecil sudah tinggal dengan nenek, sampai orang tuanya pindah karena tugas. Dia tetap ingin tinggal dengan neneknya dan membiarkan orang tuanya jauh dari dia atas kemauannya sendiri. Dari sini jelas lah kalau Rizky itu membentuk kemelekatan dengan neneknya. Begitu juga dengan Narasumber lain.
            Sedangkan untuk anak-anak yang memang dari kecilnya sudah bersama dengan orang tua, mereka akan takut dan tidak mau jauh dari orang tua. Karena mereka sudah membentuk kemelekatan yang erat dengan orang tuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar